Hilang Kepercayaan, 6.000 Warga Lebanon Tandatangani Petisi Minta Prancis Kendalikan Negaranya

9 Agustus 2020, 10:35 WIB
Presiden Prancis Emmanuel Macron /

PR BOGOR - Setidaknya hampir 6.000 warga Lebanon menandatangani petisi, menyerukan agar negeranya berada di bawah mandat Prancis selam 10 tahun ke depan.

Langkah ini menyusul adanya ledakan hebat yang terjadi di Pelabuhan Beirut hingga menjadi bencana besar di tengah berlangsungnya wabah Covid-19, pada Selasa 4 Agustus 2020, lalu.

Lebih-lebih, petisi tersebut menyerukan pengenaan mandat Prancis karena krisis politik dan ekonomi saat ini, yang disalahkan elit penguasa.

Baca Juga: Warga Surabaya Teduga Teroris Dibekuk Densus 88 di Malang, Tetangga Mengakui Jarang Bersosialisasi

Dikutip Pikiranrakyat-bogor.com dari Middle East Monitor, dalam petisi yang ditandatangani ribuan warga itu menyebutkan, Pejabat Lebanon jelas menunjukkan ketidakmampuan total mengamankan dan mengelola negaranya.

“Dengan sistem yang gagal, korupsi, terorisme dan milisi, negara baru saja menghembuskan nafas terakhir. Kami percaya Lebanon harus kembali di bawah mandat Prancis untuk membangun pemerintahan yang bersih dan tahan lama," tulis petisi tersebut.

Aksi penandatanganan petisi populer itu dimulai setelah Presiden Prancis Emmanuel Macron mengunjungi Beirut kemarin.

Baca Juga: Seorang Anak Berusia 7 Tahun Diperkosa dan Dibakar Bersama Rumahnya, Pelaku Mencoba Kelabui Polisi

Dalam kunjungannya, Emmanuel Macron berjalan di sepanjang jalan paling rusak di dekat lokasi ledakan, ditemani mitranya Presiden Lebanon, Michel Aoun.

Ratusan orang berkumpul menyambut presiden Prancis, mengecam pemerintah dan memohon kepada Emmanuel Macron agar mengirim bantuan langsung, seperti LSM, Palang Merah Lebanon daripada melalui politisi, yang mereka yakini korup.

Ledakan meratakan sebagian besar pelabuhan kota, merusak bangunan di seluruh ibukota Beirut ini.(AP)

Tampak, protes di pusat kota Beirut, para demonstran bentrok dengan pasukan keamanan sambil menyerukan pemerintah untuk mundur.

Baca Juga: Terkuak Gilang Bungkus Blak-blakan di Depan Polisi, Merasa Terangsang Lihat Korbannya Dibungkus Kain

Lebanon menderita krisis ekonomi terburuk dalam sejarah negara itu dan sedang berjuang memerangi pandemi virus corona. Bagi banyak orang, ledakan hari Selasa lalu adalah pukulan terakhir.

Ketika 2.750 ton amonium nitrat meledak - disimpan secara tidak aman di pelabuhan Beirut selama enam tahun, ledakan itu menghancurkan kota, menewaskan sedikitnya 145 orang dan melukai ribuan lainnya.

Amonium nitrat tiba di Beirut pada 2013 di atas kapal kargo berbendera Moldavan yang berhenti tak terjadwal karena masalah teknis.

Baca Juga: Gadis 23 Tahun Palestina Ditembak Mati Militer Israel Kala Tengah Menutup Jendela, Kedua Negara Kaos

Kepala bea cukai pelabuhan kemudian memohon kepada hakim masalah mendesak untuk mengekspor kembali atau menjual bahan peledak, tetapi permohonan itu tidak didengar.

Sejauh yang diketahui banyak orang Lebanon, rantai kesalahan administratif yang menyebabkan bahan yang mudah menguap disimpan secara tidak benar dalam jarak 100 meter dari bangunan tempat tinggal, itu adalah simbol dari kegagalan pemerintah.

Terlebih, laporan France24 mengatakan, penduduk setempat telah turun ke jalan secara sukarela membawa sapu dan pengki untuk membersihkan puing-puing sisa ledakan. Sementara pihak berwenang dan pejabat tidak terlihat.***

Editor: Amir Faisol

Sumber: Middle East Monitor

Tags

Terkini

Terpopuler