PR BOGOR - Hari Ibu di Indonesia diperingati setiap tanggal 22 Desember, artinya tinggal seminggu lagi kita akan merayakan momen peringatan itu.
Hari Ibu biasanya dirayakan dengan membebaskan semua tugas dan tanggung jawab sehari-hari seorang ibu. Lalu seorang anak memberikannya hadiah yang dapat berkesan di hatinya.
Sebuah puisi juga bisa menjadi salah satu alternatif untuk dihadiahkan kepada ibumu.
Baca Juga: 4 Puisi Bisa Dibaca di Momen Perayaan Tahun Baru 2021: Gebyar Kegembiraan Mewarnai Setiap Jiwa
Berikut 6 puisi yang bisa dibacakan di Hari Ibu 22 Desember 2020 yang Pikiranrakyat-bogor.com lansir dari berbagai sumber:
Perempuan Itu Menggerus Garam
Oleh: Goenawan Mohamad
Perempuan itu menggerus garam pada cobek
di sudut dapur yang kekal.
“Aku akan menciptakan harapan,” katanya, “pada batu hitam.”
Asap tidak pernah singkat. Bubungan seperti warna dunia
dalam mimpi Yeremiah
Ia sendiri melamunkan ikan, yang berenang di akuarium,
seperti balon-balon malas yang tak menyadari warnanya,
ungkapannya, di angkasa. “Merekalah yang bermimpi,”
katanya dalam hati.
Tapi ia sendiri bermimpi. Ia memimpikan busut-busut terigu, yang
turun, seperti hujan menggerutu. Di sebuah ladang. Enam
orang berlari seakan ketakutan akan matahari.
“Itu semua anakku,” katanya. “Semua anakku.”
Ia tidak tahu ke mana mereka pergi, karena sejak itu tidak ada
yang pulang. Si bungsu, dari sebuah kota di Rusia, tak pernah
menulis surat. Si sulung hilang. Empat saudara kandungnya
hanya pernah mengirimkan sebuah kalimat,
“Mak, kami hanya pengkhianat.”
Barangkali masih ada seorang gadis, di sajadah yang jauh,
(atau mungkin mimpi itu hanya kembali,)
yang tak mengenalnya. Ia sering berpesan dengan
bahasa diam asap pabrik. Ia tak berani tahu siapa dia,
ia tidak berani tahu.
Perempuan itu hanya menggerus garam pada cobek
di sudut dapur yang kekal.
Berikut 6 puisi yang bisa dibacakan di Hari Ibu 22 Desember 2020 yang Pikiranrakyat-bogor.com lansir dari berbagai sumber:
Perempuan Itu Menggerus Garam
Oleh: Goenawan Mohamad
Perempuan itu menggerus garam pada cobek
di sudut dapur yang kekal.
“Aku akan menciptakan harapan,” katanya, “pada batu hitam.”
Asap tidak pernah singkat. Bubungan seperti warna dunia
dalam mimpi Yeremiah
Ia sendiri melamunkan ikan, yang berenang di akuarium,
seperti balon-balon malas yang tak menyadari warnanya,
ungkapannya, di angkasa. “Merekalah yang bermimpi,”
katanya dalam hati.
Tapi ia sendiri bermimpi. Ia memimpikan busut-busut terigu, yang
turun, seperti hujan menggerutu. Di sebuah ladang. Enam
orang berlari seakan ketakutan akan matahari.
“Itu semua anakku,” katanya. “Semua anakku.”
Ia tidak tahu ke mana mereka pergi, karena sejak itu tidak ada
yang pulang. Si bungsu, dari sebuah kota di Rusia, tak pernah
menulis surat. Si sulung hilang. Empat saudara kandungnya
hanya pernah mengirimkan sebuah kalimat,
“Mak, kami hanya pengkhianat.”
Barangkali masih ada seorang gadis, di sajadah yang jauh,
(atau mungkin mimpi itu hanya kembali,)
yang tak mengenalnya. Ia sering berpesan dengan
bahasa diam asap pabrik. Ia tak berani tahu siapa dia,
ia tidak berani tahu.
Perempuan itu hanya menggerus garam pada cobek
di sudut dapur yang kekal.
Baca Juga: CEK FAKTA: Beredar Kabar UAS dan Tengku Zul Pensiun Berdakwah Usai Mantu Jokowi Terpilih, Benarkah?
Surga di Kaki Ibu
Oleh: Norman Adi Satria
Kerumunan bocah 4 tahun itu
bertandang ke rumah kawannya.
Kawannya bilang
di telapak kaki ibunya ada surga.
Kaki ibu yang baru
terantuk batu itu
ditontoni mereka.
Surga adalah perban
bagi setiap luka,
kesimpulan mereka.
Surga di Kaki Ibu
Oleh: Norman Adi Satria
Kerumunan bocah 4 tahun itu
bertandang ke rumah kawannya.
Kawannya bilang
di telapak kaki ibunya ada surga.
Kaki ibu yang baru
terantuk batu itu
ditontoni mereka.
Surga adalah perban
bagi setiap luka,
kesimpulan mereka.
Baca Juga: Risma Dapat Tawaran Menteri Sosial dari Jokowi, PDIP Bilang: Informasi Itu Valid
Nasihat Ibu
Oleh: Remy Sylado
Nasihat ibu tidak selalu diterima anak
namun selalu indah mekar dalam merenung
ibu tidak memberi batu buat anak yang minta roti
Para satria sejati tidak berselisih dengan musuh
tapi dengan kesempatan yang sembunyi dalam waktu
Seekor domba batu terpeleset di ngarai
mengerang mengunggu angon membawa tongkat
Yang membutuhkan telinga di dalam hati
menyaring antara kenyataan dan pernyataan
Geram di saat hilang akal membuat kepala berasap
sebagai puntung yang terpaksa padam oleh ludah
Ibu mengakhiri lagu ninabobo buat anak
supaya anaknya terus melek tidak tidur
Mari menjadi anak sebab Tuhan menyayangi anak.
Nasihat Ibu
Oleh: Remy Sylado
Nasihat ibu tidak selalu diterima anak
namun selalu indah mekar dalam merenung
ibu tidak memberi batu buat anak yang minta roti
Para satria sejati tidak berselisih dengan musuh
tapi dengan kesempatan yang sembunyi dalam waktu
Seekor domba batu terpeleset di ngarai
mengerang mengunggu angon membawa tongkat
Yang membutuhkan telinga di dalam hati
menyaring antara kenyataan dan pernyataan
Geram di saat hilang akal membuat kepala berasap
sebagai puntung yang terpaksa padam oleh ludah
Ibu mengakhiri lagu ninabobo buat anak
supaya anaknya terus melek tidak tidur
Mari menjadi anak sebab Tuhan menyayangi anak.
Baca Juga: Libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021, Tips Aman Liburan saat Pandemi Covid-19, Perhatikan Nomor 8
Pengabdianku Padamu Bunda
Oleh: WM Sastra
Bunda...
Hatimu memang tak seluas jagad raya.
Tak juga mempunyai ornamen indah.
Tapi di sana daku merasakan keteduhan jiwa.
Merasakan nuansa dan suasana.
Seperti memasuki megahnya rumah ibadah.
Banyak hal yang daku pelajari dari ruang hatimu di dalam sana.
Ada sebuah keikhlasan tanpa jeda.
Dan belaian kesabaran tanpa spasi menghiasi rasa.
Semasa daku singgah di rahimmu berada.
Hingga kini tlah menjadi dewasa.
Tiada kasihmu di hiasi titik dan koma.
Daku takkan pernah terlupa.
Akan apa yang sudah mendarah daging dalam raga.
Belaian kasih dari hatimu yang begitu mulia.
Dan kini sudah saatnya.
Daku mengambil alih sisa usiamu yang semakin menua lemah tak berdaya.
Sebagai putra mahkotamu di dunia yang tersisa.
Untuk berjuang dalam pengabdianku padamu bunda.
Pengabdianku Padamu Bunda
Oleh: WM Sastra
Bunda...
Hatimu memang tak seluas jagad raya.
Tak juga mempunyai ornamen indah.
Tapi di sana daku merasakan keteduhan jiwa.
Merasakan nuansa dan suasana.
Seperti memasuki megahnya rumah ibadah.
Banyak hal yang daku pelajari dari ruang hatimu di dalam sana.
Ada sebuah keikhlasan tanpa jeda.
Dan belaian kesabaran tanpa spasi menghiasi rasa.
Semasa daku singgah di rahimmu berada.
Hingga kini tlah menjadi dewasa.
Tiada kasihmu di hiasi titik dan koma.
Daku takkan pernah terlupa.
Akan apa yang sudah mendarah daging dalam raga.
Belaian kasih dari hatimu yang begitu mulia.
Dan kini sudah saatnya.
Daku mengambil alih sisa usiamu yang semakin menua lemah tak berdaya.
Sebagai putra mahkotamu di dunia yang tersisa.
Untuk berjuang dalam pengabdianku padamu bunda.
Baca Juga: Soal Kabar Risma Ditunjuk Jokowi Jadi Mensos Gantikan Juliari Batubara, Pakar: Disenangi Presiden
Ibu
Oleh: Hening
Bagiku kau tak hanya buku
Yang tak akan habis kubaca paragrafmu
Begitu rapi kau simpan rahasia hatimu
Tersembunyi pada lipatan labirin waktu
Kau ajari aku jujur dalam setiap laku dan kata
Kau tuntun aku tumbuh menjadi pribadi terbuka
Katamu agar hatiku lepas dan terus bahagia
Tapi kau sendiri sering bohong dan pura pura
Ibu
Kau pura pura kenyang asal aku tak kelaparan
Kau pura pura cukup demi aku tak kekurangan
Kau pura pura bahagia demi aku tak menderita
Kau simpan tangis dalam tawa
Pada sisa sembab matamu aku membacanya
Ibu
Bagiku kau adalah kitab
Ucap laku teladanmu adalah ayat
Petuahmu adalah kiblat
Doamu dijamin mustajab
Bahkan marahmu menjadi titah
Murkamupun ijabah
Timangmu pinta
Yang menggetarkan semesta
Ah ibu
Tak akan pernah habis puisi tentangmu
Ibu
Oleh: Hening
Bagiku kau tak hanya buku
Yang tak akan habis kubaca paragrafmu
Begitu rapi kau simpan rahasia hatimu
Tersembunyi pada lipatan labirin waktu
Kau ajari aku jujur dalam setiap laku dan kata
Kau tuntun aku tumbuh menjadi pribadi terbuka
Katamu agar hatiku lepas dan terus bahagia
Tapi kau sendiri sering bohong dan pura pura
Ibu
Kau pura pura kenyang asal aku tak kelaparan
Kau pura pura cukup demi aku tak kekurangan
Kau pura pura bahagia demi aku tak menderita
Kau simpan tangis dalam tawa
Pada sisa sembab matamu aku membacanya
Ibu
Bagiku kau adalah kitab
Ucap laku teladanmu adalah ayat
Petuahmu adalah kiblat
Doamu dijamin mustajab
Bahkan marahmu menjadi titah
Murkamupun ijabah
Timangmu pinta
Yang menggetarkan semesta
Ah ibu
Tak akan pernah habis puisi tentangmu
Baca Juga: Jokowi Tunjuk Risma Jadi Menteri Sosial Gantikan Juliari Batubara yang Ditahan KPK? Ini Kata PSI
Cinta Ibu
Oleh: KH A Mustofa Bisri
Seorang ibu mendekap anaknya yang
durhaka saat sekarat
airmatanya menetes-netes di wajah yang
gelap dan pucat
anaknya yang sejak di rahim diharap-
harapkan menjadi cahaya
setidaknya dalam dirinya
dan berkata anakku jangan risaukan dosa-
dosamu kepadaku
sebutlah namaNya, sebutlah namaNya.
Dari mulut si anak yang gelepotan lumpur
dan darah
terdengar desis mirip upaya sia-sia
sebelum semuanya terpaku
kaku.***
Cinta Ibu
Oleh: KH A Mustofa Bisri
Seorang ibu mendekap anaknya yang
durhaka saat sekarat
airmatanya menetes-netes di wajah yang
gelap dan pucat
anaknya yang sejak di rahim diharap-
harapkan menjadi cahaya
setidaknya dalam dirinya
dan berkata anakku jangan risaukan dosa-
dosamu kepadaku
sebutlah namaNya, sebutlah namaNya.
Dari mulut si anak yang gelepotan lumpur
dan darah
terdengar desis mirip upaya sia-sia
sebelum semuanya terpaku
kaku.***