API Nilai Skill Perguruan Tinggi Belum Sesuai Kebutuhan Industri

- 26 November 2019, 17:09 WIB
Ketua Asosiasi Profesor Indonesia Sofian Effendi memberikan paparan pada kongres Dan seminar bertajuk Strategi Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia di IICC Bogor, Selasa (26/11/2019). API menilai pengembangan kemampuan di perguruan tinggi tidak sebanding dengan Kualitas yang dibutuhkan industri dan pemerjntahan.*
Ketua Asosiasi Profesor Indonesia Sofian Effendi memberikan paparan pada kongres Dan seminar bertajuk Strategi Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia di IICC Bogor, Selasa (26/11/2019). API menilai pengembangan kemampuan di perguruan tinggi tidak sebanding dengan Kualitas yang dibutuhkan industri dan pemerjntahan.* /WINDIYATI RETNO SUMARDIYANI/"PR"/

BOGOR, (PR)-  Perguruan tinggi di Indonesia diharapkan dapat menjadi mesin utama untuk menghasilkan sumber daya manusia yang diperlukan oleh pemerintah maupun industri. 

Asosiasi Profesor Indonesia (API) menilai, saat ini  skill yang diajarkan di perguruan tinggi  Indonesia masih agak jauh dari kualitas yang diperlukan oleh pemerintah maupun industri untuk membangun nasional. 

Demikian diungkapkan Ketua Asosiasi Profesor Indonesia  Sofian Effendi dalam Seminar dan Kongres ke-2 API di IPB International Convention Center, Selasa 26 November 2019.

Baca Juga: Pembangunan Gedung DPRD Bogor Dinilai Janggal, Belum Setahun Sudah Rusak

“Lima tahun ke depan, pembangunan nasional kita fokus pada lima program prioritas salah satunya pengembangan SDM. API memegang peranan disana, karena perguruan tinggi di Indonesia itu jumlahnya ada 4600," ujar Sofian Effendi.

Sofian juga menilai perguruan tinggi harus menjadi mesin utama penghasil SDM yang unggul. Skill yang dibutuhkan oleh industri dan pemerintah harus bisa terintegritas.

"Perguruan tinggi mesin utama untuk menghasilkan SDM yang diperlukan. Kita para professor sangat diharapkan dapat memberikan masukan ke pemerintah, skill seperti apa yang dibutuhkan industri dan pemerintah?,” tuturnya.

Baca Juga: Iuran Baru BPJS Bebani APBD Kota Bogor

Menurut Sofian, Indonesia memerlukan pendidikan lanjutan yang bisa meningkatkan SDM masyarakat. Apalagi saat ini lulusan sekolah menengah dan sekolah dasar mencapai 8 juta pertahun.

Perguruan tinggi, lanjut Sofian perlu menyesuaikan dengan kebutuhan  industri yang saat ini sudah mengadopsi industri 4.0. 

Sementara kebanyakan perguruan tinggi belum memiliki kemampuan yang cukup untuk mendesain program yang menghasilkan skill.

Baca Juga: Alun-Alun Bogor Segera Dibangun, Mengusung Konsep Ruang Terbuka Hijau

“Industri di Indonesia sekarang mulai masuk industri 4.0. Lihat saja Gojek,  bagaimana online sudah mengubah wajah dunia industri kita, sementara saat ini  perguruan tinggi masih banyak belajar teori,”  kata Sofian.

Menurut Sofian, saat ini kemampuan secara spesifik  lebih dibutuhkan dalam dunia kerja.  Sementara metode pembelajaran di Indonesia masih  berbasis teori.

Oleh karena itu, melalui kongres Asosiasi Profesor  Indonesia, Sofian berharap para profesor dapat mulai mengubah metode pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan dalam bidang sumber daya manusia.

Baca Juga: Pemkot Bogor Perpanjang Masa Pendaftaran CPNS 2019

“Kita harus cepat-cepat mendidik anak kita,  jangan hanya belajar teori, padahal saat ini dunia usaha yang ditanya bukan lagi ijasah, tetapi sertifikat atau skill apa yang  kamu miliki. Itu lebih laku,” ucap Sofian.

Menyiapkan Generasi Z Unggul

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Pertanian,  Tarkus Suganda dari Universitas Padjajaran  mengatakan, perguruan tinggi perlu mempersiapkan generasi z yang unggul di era disrupsi sepert saat ini.

Menurut Tarkus, tugas dosen akan semakin berat karena harus menjalankan pengajaran dalam suasana terdisrupsi.

Baca Juga: Bima Arya Khawatir Kuliner Legendaris Bogor Punah

“Disrupsi yang dihadapi saat ini memiliki dampak yang sangat kuat karena terjadi dalam berbagai kehidupan.  Secara umum disrupsi disebabkan oleh adanya revolusi industri 4.0. Tetapi di perguruan tinggi,  disrupsi bukan hanya diakibatkan oleh revolusi industri, tetapi banyak faktor lain yang semuanya secara konstan selalu berubah dan penuh ketidakpastian,” ucap Tarkus dalam paparannya.

Beberapa disrupsi bagi perguruan tinggi selain revolusi industri 4.0 yakni tuntutan untuk menjadi perguruan tinggi kelas dunia, perubahan komposisi demografi mahasiswa dan dosen, terutama dengan kehadiran generasi Z di kampus.

Selain itu kebijakan pemerintah yang selalu berubah, serta perubahan dunia kerja yang sangat cepat. Kondisi tersebut menyebabkan keterampilan kerja lulusan perguruan tinggi selalu tertinggal.

Baca Juga: 2020 Industri Telekomunikasi Menyongsong Era Customer Centric

“Mahasiswa Gen Z memiliki keunikan tersendiri  salah satnya fasih dengan teknologi, intens berinteraksi melali medsos dan tidak suka membaca teks yang panjang, menyukai informasi secara visual, dan tidak suka dengan orasi searah. Ini salah satu disrupsi bagi perguruan tinggi yang perlu dipahami dosen,” kata Tarkus.

Oleh karena itu, Tarkus berharap  dosen bisa mengembangkan kualitas terutama dalam hal ketrampilan dalam melaksanakan tugas. Menurut Tarkus, dosen adalah kunci mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas.

“Berbagai pelatihan harus terus menerus diberikan. Pelatihan ini harus dilakukan secara in house karena hanya perguruan tingginya yang tahu,” ucap Tarkus.***

 

Editor: Abdul Muhaemin


Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x