Apa Itu LALILULELO? Mengenal Gejala Baru yang Muncul Setelah Sembuh dari Covid-19

19 Agustus 2021, 20:25 WIB
Ilustrasi . Mengenak gejala LALILULELO. /PIXABAY

PR BOGOR - Kini muncul gejala baru bernama LALILULELO setelah sembuh dari infeksi Covid-19.

Agar tidak panik, ada baiknya untuk mengetahui gejala LALILULELO yang biasanya dirasakan seseorang setelah sembuh dari Covid-19.

Sebagaimana diungkap Dokter spesialis saraf di Rumah Sakit Universitas Indonesia, dr. Pukovisa Prawirohardjo, Sp.S(K), LALILULELO membuat orang jadi lola.

Gejala tersebut biasanya dialami oleh mereka yang sembuh dari Covid-19 atau penyintas Covid-19.

Baca Juga: Resmikan Labkesda untuk Percepatan Penanganan Covid-19, Anne Ratna: Alhamdulillah yang Kita Tunggu-tunggu

Gejala LALILULELO juga bisa dikatakan sebagai gejala pikun dini atau demensia.

Sebagaimana diberitakan Pikiran-Rakyat.com dalam artikel berjudul Apa Itu Gejala LALILULELO yang Bisa Muncul Setelah Sembuh dari Covid-19? Lebih lanjut, mengenai gejala penurunan fungsi kognitif ini yakni LALILULELO yang merupakan kepanjangan dari Labil emosi atau pendiriannya, Linglung, Lupa, Lemot atau pikiran melamban, dan Logika berpikir menurun.

"Terdapat gejala dini pikun atau demensia yang disingkat LALILULELO. Bila menemukan 1 dari 5 gejala ini, segera lakukan pemeriksaan ke dokter," ujar dia dalam siaran pers RSUI, Selasa, 17 Agustus 2021.

Bahkan, dari sebuah studi yang dipresentasikan dalam Konferensi Internasional Asosiasi Alzheimer atau Alzheimer's Association International Conference pada 29 Juli 2021 di Denver, Colorado menemukan, banyak penyintas Covid-19 mengalami ’kabut otak’ dan gangguan kognitif lainnya beberapa bulan setelah pemulihan.

Baca Juga: Lirik Lagu Gas Pedal - Cravity, Lengkap dengan Terjemahan Bahasa Indonesia

Dalam studi itu, para peneliti dari University of Texas Health Science Center di San Antonio Long School of Medicine dan kolega mereka mempelajari kognisi dan indra penciuman pada hampir 300 orang dewasa di Argentina yang mengalami Covid-19.

Mereka mempelajari para partisipan antara tiga dan enam bulan setelah infeksi Covid-19. Hasilnya, lebih dari separuh menunjukkan masalah terus-menerus lupa.

Temuan ini menambah deretan hasil studi terkait gejala long Covid-19 seperti bingung, lupa dan dan tanda-tanda hilangnya ingatan yang mengkhawatirkan lainnya.

Namun, sebelumnya, sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal EClinicalMedicine The Lancet pada 22 Juli lalu menunjukkan, penyintas Covid-19 termasuk mereka yang tidak lagi melaporkan gejala memperlihatkan defisit kognitif signifikan.

Baca Juga: Lirik Lagu OST Blue Birthday O3ohn - Even Days, Lengkap dengan Terjemahan Bahasa Indonesia

Kondisi ini dialami baik oleh mereka yang dulu dirawat di rumah sakit maupun yang tidak, sebagaimana dikutip Pikiran-Rakyat.com dari situs Antara.

Untuk itu, Pukovisa merekomendasikan pemeriksaan kesehatan pasca-Covid-19 bagi yang merasa mengalami gangguan kognitif setelah sembuh dari penyakit yang disebabkan virus SARS-CoV-2 itu.

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan fisik menyeluruh terutama tekanan darah, sistem pernapasan, indeks massa tubuh, jantung pembuluh darah dan pencernaan, skrining keluhan saraf, skrining kognitif, pemantauan risiko otak sehat dan pemeriksaan darah serta radiologi jika dibutuhkan.

Bagi anda yang ingin melakukan skrining deteksi dini demensia, bisa mengunduh aplikasi EMS (e-Memory Screening). Aplikasi ini dibuat oleh Persatuan Dokter Spesialis Saraf Seluruh Indonesia.

Baca Juga: Vaksin Gratis Kabupaten Bandung Pada 24-27 Agustus 2021 untuk KTP Seluruh Indonesia, Simak Cara Daftarnya

"Tiga fitur utama pada aplikasi ini, diantaranya artikel demensia, AD8-INA skrining, dan daftar rumah sakit serta dokter spesialis neurologi terdekat," katanya.

Menurut Puvokisa, masyarakat tidak perlu khawatir dan cemas berlebihan. Ahli kesehatan akan membantu menyusun program sesuai dengan masalah kognitif yang ada.

Selain itu, dengan memperbanyak interaksi sosial dan menyusuk aktivitas produktif terjadwal dapat membantu mengatasi gangguan kognitif yang dialami.

Sementara itu, berdasarkan beberapa penelitian, infeksi virus corona tidak hanya menyerang saluran pernapasan, tetapi juga dapat berdampak negatif terhadap saraf dan otak.

Baca Juga: Sinopsis Film Selesai Karya dr. Tompi, Drama Perselingkuhan Rumah Tangga

Adapun sebuah penelitian di Meksiko menunjukkan dari 370 pasien yang dirawat, sekitar 20 persen mengalami gejala neurologis seperti sakit kepala, anosmia, ageusia dan gangguan neurologis lainnya.

Selain itu, penelitian dari Oxford memperlihatkan, dari 236.379 pasien yang didiagnosis Covid-19, sebanyak 33,62 persen-nya mengalami gangguan neurologis dan psikiatris dalam 6 bulan setelahnya.

Demikian, pada kondisi awal, gangguan saraf bisa berupa sakit kepala, gangguan penciuman dan pengecapan. Sementara pada kondisi lanjut, gangguan saraf bisa berupa stroke, penurunan kesadaran dan kejang.

Oleh karena itu, pasien perlu segera memeriksakan diri ke dokter untuk mencegah komplikasi yang lebih parah.***(Nurul Khadijah/Pikiran Rakyat)

Editor: Linda Rahmadanti

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler