PEMBRITA BOGOR - Aktivis lingkungan Daniel Frits Maurist Tangkilisan dituntut pasal Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) karena komentarnya soal tambak udang ilegal di Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntutnya dengan hukuman penjara 10 bulan dan denda Rp 5 juta, menyusul laporan atas dugaan ujaran kebencian.
Padahal, ia hanya mengomentari kerusakan lingkungan akibat tambak udang ilegal di Karimunjawa melalui akun Facebook pribadinya pada November 2022.
SAFEnet, bersama koalisi masyarakat sipil yang mendukung Daniel, menyoroti beberapa kejanggalan dalam proses hukum yang dialaminya.
Mereka menemukan bahwa penyidikan dilakukan tanpa tahap penyelidikan terpisah, dengan tanggal yang sama, serta adanya indikasi bahwa kasus ini mungkin merupakan "pesanan" dari pengusaha tambak udang ilegal tersebut.
Aktivis Karimunjawa Dikriminalisasi: Tanpa Penyelidikan hingga Larangan Live Streaming saat Sidang
Proses hukum terhadap Daniel juga diwarnai oleh keluh kesah akan pelimpahan yang terlalu cepat, persidangan yang dikebut, dan larangan live streaming yang menghambat transparansi proses peradilan.
Menurut SAFEnet, semua ini memberikan kesulitan bagi tim penasihat hukum untuk mempersiapkan pembelaan yang memadai. "Ini membuat tim penasihat hukum jadi kesulitan menyiapkan pembelaan," ungkap SAFEnet.
Namun, yang lebih mencemaskan adalah absennya mekanisme anti-slapp yang dapat menjamin kebebasan berekspresi terutama dalam konteks pembelaan lingkungan hidup oleh para aktivis.
Selain itu, tuduhan adanya perpecahan yang diakibatkan oleh tindakan Daniel juga disorot oleh SAFEnet sebagai sesuatu yang tidak dapat dibuktikan secara substansial.
"Padahal tuduhan ini tidak bisa dibuktikan sama sekali. Keterangan saksi dari Jaksa Penuntut Umum tidak dapat membuktikan motif ini," papar SAFEnet.
Selain Daniel, tiga warga Karimunjawa juga dilaporkan dengan pasal UU ITE karena mengomentari aktivitas tambak udang ilegal di sana pada Rabu, 24 Januari 2024 lalu. Di antaranya Datang Abdul Rachim, Hasanudin, dan Sumartono Rofiun.***