Soal Program Vaksinasi Covid-19, Epidemiologi Asal Australia Sebut 'Pemerintah Jangan Gegabah'

19 Oktober 2020, 11:56 WIB
Ilustrasi vaksin virus corona //ANTARA/Reuters/Dado Ruvic

PR BOGOR - Epidemiologi Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman mengungkapkan harapannya agar pemerintah berhati-hati dalam program vaksinasi Covid-19 untuk masyarakat.

Dicky menilai, sejauh ini belum ada vaksin atau obat lainnya yang efektif dalam mencegah Covid-19. Untuk itu dia mengimbau pemerintah tidak gegabah dalam memulai program tersebut, yang rencananya dilakukan pada bulan November 2020 itu.

"Belum ada vaksin efektif dan aman, atau obat yang definitif untuk Covid-19," kata Dicky Budiman, sebagaimana dilansir dari RRI, Senin, 19 Oktober 2020.

Baca Juga: Upaya Penegakan Disiplin Protokol Kesehatan di Bogor, Petugas Gabungan Gelar Ops Yustisi di 3 Titik

Selain itu, Dicky Budiman menegaskan, vaksin-vaksin tersebut belum ada yang dinyatakan lulus uji secara ilmiah, secara standar keamanan, dan efektivitas.

Dia pun mengklaim, dalam banyak riset tingkat keberhasilan vaksin penyakit menular yang pernah dibuat kurang dari 40 persen.

"Jangan sampai ada hal di luar sains dalam memilih suatu vaksin. Harus lulus uji ilmiah dulu," ujarnya.

Baca Juga: Bupati Ade Yasin Bakal Bagikan BLT Rp2,5 Juta ke Warga Kabupaten Bogor, Cek Persyaratannya di Sini

Lebih Jauh, dia mengingatkan untuk belajar dari pandemi swine flu. Pada saat itu banyak negara yang berinisiatif menggunakan vaksin yang belum selesai riset dan uji klinis.

Sehingga menyebabkan efek samping seperti narkolepsi, gangguan neurologis kronik akibat otak kehilangan fungsi pengaturan bangun dan tidur.

"Jadi tunggu saja vaksin yang aman," ujarnya.

Baca Juga: 5 Lagu K-Pop yang Mengangkat Isu Kesehatan Mental, Salah Satunya Sunmi 'Borderline'

Dicky Budiman memprediksikan pengembangnan vaksin Covid-19 masih akan berlangsung hingga tahun depan.

Menurutnya, salah satu vaksin potensial hanyalah vaksin yang saat ini masih dalam tahap pengembangan oleh Universitas Oxford dengan AstraZeneca.

"Mereka optimis memang di akhir tahun ini. Tapi itu kan baru klaim. Kita harus tetap melihat hasil riset itu," tuturnya.

Dicky menambahkan, pemerintah perlu meningkatkan pengetesan, pelacakan, dan pengobatan di tengah pandemi Covid-19 ini.

Baca Juga: Hasil dan Klasemen Liga Inggris: Everton Kokoh di Puncak Klasemen

Dia meminta jangan sampai vaksin yang merupakan aspek kuratif menjadi aspek preventif yang diabaikan.

"Jadi pemerintah juga tidak fokus pada satu negara dalam memilih vaksin Covid-19," ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah akan memulai program vaksinasi corona pada November 2020. Sebab, vaksin yang dibeli Indonesia dari beberapa negara akan datang bulan depan, meliputi Cansino, G42 atau Sinopharm, dan Sinovac.

Dengan rincian, Cansino menyanggupi 100 ribu vaksin (single dose) pada November 2020, dan sekitar 15-20 juta untuk 2021.

Baca Juga: Bocah SD Berusia 12 Tahun Jadi Korban Penjambretan, Handphone Miliknya Raib hingga Alami Kekerasan

Kemudian, Sinopharm menyanggupi 15 juta dosis vaksin (dual dose) tahun ini. Dari jumlah tersebut, sebanyak 5 juta dosis mulai datang pada November 2020.

Sementara itu, Sinovac menyanggupi 3 juta dosis vaksin hingga akhir Desember 2020 nanti.

Sinovac akan mengirim 1,5 juta dosis vaksin (single dose vials) pada minggu pertama November dan 1,5 juta dosis vaksin (single dose vials) lagi pada minggu pertama Desember 2020, ditambah 15 juta dosis vaksin dalam bentuk bulk.

Baca Juga: Jelang UFC 254, Cristiano Ronaldo Blak-blakan Beri Dukungan ke Khabib Nurmagomedov

Sedangkan untuk 2021, Cansino mengusahakan penyediaan 20 juta (single dose), Sinopharm 50 juta (dual dose), dan Sinovac 125 juta (dual dose).

Single dose artinya satu orang hanya membutuhkan 1 dosis vaksinasi. Sementara, dual dose dibutuhkan dua kali vaksinasi untuk satu orang.***

Editor: Yuni

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler