Fadli Zon Ungkap Alasan RUU HIP Perlu Dicabut, Membuka Luka Lama Sejarah dan Memecah Belah Bangsa

16 Juni 2020, 18:01 WIB
ANGGOTA DPR RI Fadli Zon. /Twitter.com/@fadlizon

PR BOGOR - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Repulik Indonesia (DPR RI) dari Fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon mengungkap ada beberapa alasan kuat mengapa Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) perlu dicabut, bukan direvisi.

Menurut Fadli Zon, alasan pertama, berkenaan dengan fatsoen RUU HIP yang telah melanggar ketentuan bahwa setiap UU tidak boleh berpotensi menjadi UUD.

Apalagi, bila ditelaah lebih jauh mengenai rumusan identifikasi masalah RUU HIP, yang pada dasarnya lebih tepat diusulkan saat hendak menyusun UUD, bukan undang-undang.

 

Baca Juga: Mahfud MD Pastikan Pembahasan RUU HIP Ditunda, DPR Diminta Banyak Berdialog dengan Rakyat Dulu

Kedua, pancasila merupakan dasar negara yang menjadi sumber hukum sehingga sudah semestinya menjadi acuan undang-undang dan setiap regulasi.

Ironisnya RUU HIP seollah ingin menjadikan Pancasila sebagai undang-undang itu sendiri. Dengan demikian dalam RUU HIP ini, ada kekacauan logika berpikir.

"Pancasila tak boleh diatur oleh undang-undang, karena mestinya seluruh produk hukum dan perundang-undangan kita menjadi implementasi dari Pancasila itu tadi," katanya," tulis Fadli Zon sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-bogor.com di akun twitternya, Selasa 16 Juni 2020.

Baca Juga: Awasi Ketat Jumlah Pengunjung, Bima Arya Minta Pengelola Mal Sambungkan CCTV ke Balaikota

"Satu-satunya 'undang-undang' yang bisa mengatur institusionalisasi Pancasila hanyalah Undang-Undang Dasar 1945, dan bukan undang-undang di bawahnya, termasuk bukan juga oleh 'omnibus law'," kata dia.

"Kalau diteruskan, ini akan melahirkan kerancuan yang fatal dalam bidang ketatanegaraan," ungkapnya.

 

Alasan ketiga, Fadli Zon menyebut, RUU HIP memisahkan wacana dan norma yang bertentangan dengan pancasila yang dalam rumusan kelimanya adalah norma.

Baca Juga: Novel Baswedan Sudah Maafkan Pelaku Penyiram Air Keras, Tapi Minta Hukum Tetap Harus Berjalan

Rumusan itu juga terjaga dalam pembukaan UUD 1945. Sementara, istilah 'Trisila' dan 'Ekasila', sebagaimana yang disebut dalam Pasal 7 RUU HIP hanyalah 'wacana' yang muncul saat gagasan Pancasila pertama kali dipidatokan Bung Karno tanggal 1 Juni 1945.

Dengan begitu, RUU HIP cacat secara materil karena memasukkan wacana yang sama sekali tidak memiliki yurisprudensi ke dalam sebuah naskah RUU, yang seolah itu adalah sebuah norma.

Sementara wacana 'Trisila' dan 'Ekasila' sama sekali tidak pernah menjadi norma dalam sistem hukum dan ketatanegaraan di negeri ini.

Baca Juga: Gubernur Anies Baswedan Ungkap Sif dan Ketentuan Jadwal Kerja DKI Jakarta Selama PSBB Transisi

Bahkan, meskipun istilah Pancasila berasal dari Bung Karno, dan mengakui 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila, norma dalam sistem hukum dan ketatanegaraan Indonesia mengusung rumusan sila-sila yang disahkan pada 18 Agustus 1945, bukan rumusan sila-sila yang pertama kali dipidatokan Bung Karno.

"Ini harus sama-sama kita pahami. Apalagi teks Pancasila itu lahir dari diskursus pikiran sejumlah tokoh khususnya anggota BPUPKI 1945," tuturnya dalam akun twitternya.

Pandangan keempatnya, Fadli Zon menilai, RUU HIP selain cacat materil juga cacat secara formil. RUU HIP berpotensi menjadi omnibus law.

Baca Juga: BREAKING NEWS: Pesawat Tempur Hawk 209 Jatuh di Riau, Pilot DIlarikan ke RS Soekirman Usai Melompat

RUU HIP ingin mengatur berbagai isu, mulai dari soal demokrasi, ekspor, impor, telekomunikasi, pers, media, riset, hingga soal teknologi, sehingga pembahasannya melebar luas.

"Kelihatannya, latar belakang RUU ini sebenarnya hanya untuk memperkuat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) saja," tutur dia.

"Padahal lembaga BPIP ini tak terlalu diperlukan, hanya menambah beban negara. Pernyataan pimpinannya sering membuat kegaduhan dan berpotensi memecah belah bangsa," ungkap dia.

Baca Juga: Tinjau Stasiun Bogor, Gubernur Anies Baswedan: Aturan Shift Kerja Demi Keselamatan Pekerja

Terakhir kata Fadli Zon, RUU HIP tidak mempunyai urgensi, di tengah negara yang berjuang melawan pandemi Covid-19.

Namun, dengan munculnya RUU HIP, bangsa ini kembali bertengkar soal ideologi, kotak pandora yang sebenarnya secara formil sudah ditutup sejak lama.

"Jadi, alih-alih mempersatukan, RUU ini malah bisa membuka luka-luka lama sejarah dan akhirnya memecah belah," ujar dia.

 

Baca Juga: Gelar Konser Bang Bang Con Selama 1,5 Jam, BTS Diserbu 756.000 ARMY Seluruh Dunia Termasuk Amerika

"Sebagian masyarakat curiga RUU ini digunakan untuk menyusupkan kepentingan kaum komunis atau PKI yg sudah dilarang," katanya.

"Dengan lima alasan tadi, saya kira pembahasan mengenai RUU HIP tak perlu lagi diteruskan. Jika ada yg ingin memperkuat pelembagaan BPIP, sebaiknya dibuat saja undang-undang tentang BPIP, jangan malah bikin undang-undang mengenai Pancasila," tulis Fadli Zon.***

 

Editor: Amir Faisol

Tags

Terkini

Terpopuler