Timor Leste: Mantan Presiden Ramos Horta Ingatkan Australia, Anda Bak Mencuri Uang Wanita Tua Miskin

- 8 September 2020, 05:05 WIB
Sumber daya alam Timor Leste
Sumber daya alam Timor Leste /

PR BOGOR - 'Timor Leste, masa lalu yang merepotkan', sebuah kiasan bagaimana negara itu berjuang dalam meraih kemerdekaan, baik secara historis atau pun dari kedaulatan ekonomi.

Ungkapan ini dituliskan Jason Woodroofe, koresponden senior untuk Organisasi Perdamaian Dunia dalam karyanya yang mencoba menjabarkan bagaimana negara itu merangkak, bebas dari kemerdekaan koloni dan Indonesia.

Timor Leste merupakan negara terbaru ketiga di dunia. Banyak penduduk di negara ini sebagai veteran dan penyintas penjajahan brutal Indonesia yang baru berakhir pada 1999.

Baca Juga: Ini Kesan Pertama Mantan Trainee Bertemu BTS, Dulu Kulit V Ternyata Gelap, Jungkook Imut Tapi Seram

Negara yang berdiri di bawah patung Yesus yang menghadap kota Dili ini merupakan bekas koloni Portugis hingga tahun 1975. Berakhirnya koloni di kawasan timur Indonesia itu lantaran ada kudeta Portugal yang mengharuskan negara di Eropa mau tidak mau meninggalkan wilayah jajahannya.

Kemudian sembilan hari dari kebebasan daerah itu dari kekangan Portugis, Indonesia masuk menyerang dan mendeklarasikan bahwasanya daerah itu adalah wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai provinsi ke-27.

Selama 24 tahun terjadi gerakan militer kependudukan yang menewaskan 202.600 orang warga lokal karena kekerasan, penghilangan paksa, dan kelaparan.

Baca Juga: Perusahaan Susi Pudjiastuti Buka Lowongan Pekerjaan di Pangandaran, Walk in Interview 9-10 September

Bertahun-tahun komunitas internasional tidak pernah melirik perjuangan Timor Leste baik dari Portugis atau Indonesia, memasuki tahun 1990an kondisi berubah.

Artikel ini telah tayang di Zonajakarta dengan judul 'Mantan Presiden Timor Leste: Australia Bak Mencoba Merampok Uang dari Seorang Wanita Tua!'.

Media internasional mulai lebih memperhatikan kekejaman yang terjadi di negara ini, terutama setelah Pembantaian Santa Cruz tahun 1991 di mana sedikitnya 250 demonstran pro-kemerdekaan ditembak militer Indonesia.

Pengibaran Bendera Timor Leste memperingati kemerdekaan.*/Dok. United Nations
Pengibaran Bendera Timor Leste memperingati kemerdekaan.*/Dok. United Nations

Dukungan untuk kemerdekaan Timor berkembang pesat di Portugal, Australia dan negara-negara Barat lainnya.

Pada tahun 1999, referendum kemerdekaan yang disponsori PBB sangat banyak disahkan dan mendorong kampanye teror yang disponsori negara Indonesia terhadap rakyat Timor Leste di mana diperkirakan 70 persen dari infrastruktur negara itu hancur saat itu.

Baca Juga: Konsumsi Rumah Tangga Masih Terperosot, Subsidi Gaji Rp600.000 Bakal Diperpanjang hingga 2021

Tahun itu pasukan penjaga perdamaian yang dipimpin Australia (INTERFET) membantu memulihkan perdamaian di Timor Leste. Setelah dua tahun pemerintahan transisi PBB, pada tanggal 20 Mei 2002, Republik Demokratik Timor Leste dideklarasikan sebagai negara baru pertama di abad ke-21.

Australia, ternyata disinyalir bukan tanpa alsan berdiri di belakang Timor Lesta yang tengah berjuang dari kemerdekaannya dari Indonesia.

Seorang warga Australia, Bernard Collaery, yang dikenal sebagai pendukung hukum Timor Leste membeberkan sejumlah fakta dibalik agresifitas negara kanguru itu terhadap kemerdekaan Timor Lesta.

Baca Juga: 'Anda akan Membayarnya', Isi Email Isabella Guzman untuk Sang Ibu Jelang Aksi Pembunuhan Brutalnya

Dilansir dari Zona Jakarta, Bernard Collaery menyebut, Austrlia memandang Timor Lesta sebagai objek pasif. Dia juga menyebut Australia secara berturut-turut mengincar dan mencuri sumber daya negara itu secara ilegal dan tak bermoral.

Menurutnya tindakan Australia menjadikan Timor Leste sebagai obyek sapi perah adalah nyata, negeri itu dieksploitasi dari sumber daya petrokimia, baik untuk rezim buruh maupun liberal.

Bernard Collaery merupakan kolega dan penasihat pemimpin kemerdekaan Xanana Gusmao, penasihat hukum Saksi K, mata-mata yang membocorkan informasi tentang penyadapan Australia terhadap ruang kabinet Timor-Leste.

Baca Juga: Usai Reza Artamevia, Polisi Kantongi Nama Artis Lain yang Juga Konsumsi Narkoba Ujar Yusri Yunus

Kini Bernard Collaery harus membela diri dalam persidangan tertutup atas tuduhan menerima dokumen rahasia Australia.

Menanggapi hal ini, mantan presiden Timor Leste José Ramos Horta mendesak Australia agar menunjukkan kebijaksanaannya, kejujuran dan belas kasih dengan menghentikan penuntutan yang tidak adil terhadap Saksi K dan Bernard Collaery atas kasus tersebut.

Ramos Horta yang juga merupakan pemenang hadiah Nobel perdamaian, mengatakan Saksi K dan Bernard Collaery harus diizinkan menjalani sisa hidup mereka secara normal.

Baca Juga: Empati dan Ungkapan Belasungkawa dari ARMY untuk Melisa, Diiringi Quotes dan Foto Senja Ala Suga BTS

Bahwa Australia dan Timor Leste harus meletakkan skandal penyadapan sebagai sebuah 'awan gelap' pada hubungan bilateral kedua negara.

“Berhenti mengganggu Bernard Collaery. Biarkan dia kembali membukan praktik hukumnya dan memiliki kehidupan normal serta hormati keduanya," ujar Ramos Horta.

Saksi K adalah mantan perwira intelijen, dan pengacaranya Collaery yang merupakan mantan Jaksa Agung ACT, menghadapi potensi hukuman penjara karena menyampaikan informasi tentang operasi penyadapan tahun 2004 yang dilakukan Badan Intelijen Rahasia Australia di kantor-kantor pemerintah Timor Leste selama negosiasi bilateral yang sensitif mengenai sumber daya minyak dan gas di Laut Timor.

Baca Juga: Reza Artamevia Konsumsi Narkoba Jenis Sabu Selama Masa Di Rumah Aja, Dibeli Seharga Rp1,2 Juta

Penyadapan ini memberi Australia keuntungan dalam negosiasi tentang sumber daya yang menguntungan yang penting bagi masa depan Timor Leste.

Pengungkapan tentang keberadaan operasi tersebut membuat Timor Leste membawa Australia ke pengadilan internasional. Pada akhirnya, kedua negara merundingkan ulang perjanjian itu agar lebih adil.

Penuntutan terhadap Saksi K dan Collaery mulai dilakukan setelah perjanjian baru ditandatangani. Ramos Horta mengatakan, kabar penuntutan terhadap Saksi K dan Collaery sangat mengejutkan rakyat Timor Leste.

Baca Juga: Presiden Jokowi Diminta Amien Rais Bersih-bersih Istana, Bila Ingin Dikenang Rakyat Sisa 4 Tahun Ini

Ramos Horta menilai, penuntutan terhadap Saksi K dan Collaery tidak ada gunanya. Dia tidak habis pikir, kenapa Australia melakukan hal tersebut terhadap Timor Leste yang notebene negara kecil.

“Jika Australia ingin memata-matai Korea Utara, China atau Rusia, bisa dimengerti,” katanya.

“Tetapi untuk memata-matai Timor Leste atas nama Woodside, atas nama ConocoPhillips, atas nama perusahaan minyak, Anda tahu, ini seperti Anda memiliki seorang wanita tua yang malang di suatu tempat di lingkungan Australia, berusia 80 tahun, miskin, hidup dengan uang pensiun yang sedikit, dan kemudian Australia mencoba mengambil uang dari wanita tua itu.

Baca Juga: Menyusul Kedekatan Hubungan Rizky Febian dan Anya Geraldine, Sule Dapat Ancaman Pembunuhan Oleh OTK

“Nah, Timor Leste berlutut, dan kami membutuhkan pengaturan yang sangat adil,” ujar Ramos Horta.***(Lusi Nafisa/Zona Jakarta/PRMN)

Editor: Amir Faisol

Sumber: Zona Jakarta The Organization for World Peace


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah