Referendum Timor Leste 1999, 2.600 Orang Tewas, 30.000 Ngungsi, Perayaan Kemerdekaan Berumur Pendek

- 9 September 2020, 15:57 WIB
Pengibaran Bendera Timor Leste memperingati kemerdekaan.*/Dok. United Nations
Pengibaran Bendera Timor Leste memperingati kemerdekaan.*/Dok. United Nations /

Baca Juga: DPRD DKI Jakarta Ramai-ramai Tolak Pertanggung Jawaban APBD oleh Gubernur Anies Baswedan dan jajaran

Banyak negara, termasuk Australia, secara efektif berpaling ke arah lain, bersiap menenangkan Indonesia karena ukuran dan kekuatannya di kawasan.

Pada tahun 1978 Perdana Menteri Australia, Malcolm Fraser, adalah orang pertama yang mengakui aneksasi de facto Jakarta. Tetapi PBB mengutuknya dan menyerukan tindakan penentuan nasib sendiri.

Indonesia menyerah, krisis ekonomi jadi keberuntungan warga Timor Leste

Baca Juga: 1,6 Juta Calon Penerima Subsidi Gaji BPJS Ketenagakerjaan Tak Lolos Validasi, Akhirnya Dikembalikan

Jakarta pada tahun 1998 mengalami guncangan ekonomi dan politik sehingga mampu membawa perubahan besar secara geopolitik, sosial dan ekonomi.

Adalah krisis ekonomi di Asia memaksan pimpinan otoriter Indonesia kala itu, Presiden Soeharto mengundurkan diri setelah berkuasa 30 tahun.

Penggantinya, Baharudin Jusuf Habibie, sosok presiden yang lebih terbuka. Eyang Habibie kala itu bahkan membebaskan Xanana Gusmao di Jakarta dan menjadikannya sebagai tahanan rumah.

Baca Juga: Subsidi Gaji BPJS Ketenagakerjaan Sudah Diterima 3,69 Juta, Menaker: Mohon Bersabar Bagi yang Belum

Pada bulan Maret 1999 Habibe mengumumkan bahwa jika, dalam “proses konsultasi”, orang Timor-Leste lebih menyukai kemerdekaan daripada otonomi di bawah Indonesia, dia akan mengabulkannya.

Halaman:

Editor: Amir Faisol


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah