Sampaikan Kritik ke Mahfud MD, Fahri Hamzah 'Lembaga di Bawahnya Tak Paham Cara Kerja Berdemokrasi'

11 Oktober 2020, 16:42 WIB
POTRET Fahri Hamzah.* /Warta Ekonomi/

PR BOGOR - Manta Wakil Ketua DPRD periode 2014 hingga 2019 yang juga Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah mengkritik Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.

Menurutnya, lembaga-lembaga di bawah koordinasi Mahfud MD tidak paham cara kerja dari berdemokrasi.

"Dipimpin oleh seorang profesor doktor ilmu hukum, mantan ketua mahkamah konstitusi ternyata setelah setahun sektor politik, hukum, keamanan dan HAM belum paham cara kerja negara demokrasi," tulis Fahri Hamzah dalam akun Twitter pribadinya, @Fahrihamzah, Sabtu, 10 Oktober 2020.

Baca Juga: Fesyen Chic Putri Ketua DPR RI Puan Maharani, Pinka Hapsari Mulai Jadi Sorotan Publik

"Mari kita doakan agar dalam segala situasi, jiwa konstitusi UUD 45 tetap jadi pegangan," lanjutnya.

Dia menilai, pekerjaan rumah besar bagi Mahfud MD untuk mengembalikan konstitusi sebagai jiwa kerja lembaga negara, khususnya lembaga-lembaga negara yang ada di bawah kepemimpinannya.

Fahri Hamzah melihat lembaga-lembaga tersebut perlu memiliki arah baru untuk membuat lebih berjiwa pancasila dan UUD 45.

"Saya pernah satu komisi dgn prof @mohmahfudmd di @DPR_RI satu periode. Saya kenal pribadi. Saya tahu beliau bisa diandalkan. Tapi mungkin ada hal yg beliau belum bisa hadapi, karena kuatnya feodalisme di sekitar istana. Inilah PR kita bersama kita harus doakan dan dukung beliau," katanya.

Baca Juga: Jajaran Pemkab dan Polres Brebes Berikan Kado di HUT TNI Ke-75

Dikutip dalam artikel sindikasi Warta Ekonomi dari SINDO News, kritikan tersebut, terkait polemik Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang berujung aksi unjuk rasa di sejumlah daerah.

Selain itu Menko Polhukam menyatakan, pemerintah akan bersikap tegas terhadap aksi-aksi anarkis.

Terbukti, pada saat terjadinya aksi aparat kepolisian kerap melakukan tindakan keras terhadap para pengunjuk rasa.

Baca Juga: Tayang 17 Oktober 2020, Pemeran Drama Terbaru 'Start-Up' Bocorkan Cerita dengan Kata Kunci

Selain banyak yang terluka, hingga kini masih ada sejumlah pengunjuk rasa yang belum diketahui keberadaannya.

Terkait hal itu, Fahri Hamzah menilai, UU Ciptaker lahir dengan proses aspirasi yang minim, juga pemerintah dan DPR abai tentang dialektika.

Selain itu, menurutnya, ketegasan memang perlu dilakukan. Namun yang lebih harus perlu dilakukan yakni introspeksi diri bagi lembaga-lembaga terkait.

Baca Juga: Soal UU Cipta Kerja, Forum Rektor Nasional 'Ada Sejumlah Perundangan yang Menjadi Satu UU'

"Sambil membersihkan puing2 akibat kerusuhan ini. Ada baiknya bapak mengajak presiden, kabinet dan DPR memikirkan kembali kebuntuan sistem aspirasi dalam negara. Sungguh, merugilah jika kita tidak mau mengambil pelajaran besar dari 2 RUU terakhir; #RUUHIP dan #RUUOmnibusLaw," katanya dalam Twitternya pada Jumat, 9 Oktober 2020.

Lanjutnya, Fahri Hamzah mengingatkan, sistem perwakilan di Indonesia saat ini didominasi oleh partai politik, sehingga aspirasi yang ada banyak dicampuri pesanan. Alhasil, dialog masyarakat dan wakil rakyat di parlemen pun ikut terhambuat.

"Dalam kasus RUU kontroversial, semua parpol di DPR baik yg bersorak sorai karena berhasil keluar sebagai pemenang di ujung adalah sama2 tidak aspiratif," ucapnya.

Baca Juga: Facebook Beri Dana Rp12,5 Miliar untuk UMKM Terdampak Covid-19, Ikuti Langkah-langkah Berikut

"Sistem perwakilan kita membuat seluruh wakil rakyat seketika menjadi petugas parpol setelah mereka dilantik. Rakyat tertinggal," katanya.

Fahri Hamzah meminta Mahfud MD sebagai salah satu pemangku kepentingan untuk mengkaji kembali persoalan ini.

Menurutnya, sistem perwakilan rakyat harus segera dibebaskan dari tumpangan kepentingan partai politik selain aspirasi rakyat itu sendiri.*** (Rosmayanti/Warta Ekonomi-SINDOnews)

Editor: Yuni

Sumber: Warta Ekonomi

Tags

Terkini

Terpopuler