3 Puisi Kepahlawanan Peringati Hari Sumpah Pemuda Karya W.S. Rendra, Penuh Makna dan Semangat Perjuangan

27 Oktober 2021, 10:20 WIB
Kumpulan Puisi Sumpah Pemuda 2021 karya W S Rendra. /Twibbonize.com/Yusiko Djalius

PR BOGOR - Simak kumpulan puisi kepahlawanan karya W.S Rendra yang cocok dibacakan pada peringatan Hari Sumpah Pemuda 2021.

Membaca puisi menjadi salah satu cara paling umum untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober.

Puisi karya W.S Rendra bisa kamu bagikan ke media sosial pada peringan Hari Sumpah Pemuda 2021.

Puisi-puisi kepahlawanan karya W.S. Rendra bisa menjadi pilihan tepat untuk mengenang kembali perjuangan para pemuda dalam memperoleh kemerdekaan.

Baca Juga: 5 Film Keluarga dan Anak Terbaik di Netflix Bulan Oktober 2021

W.S Rendra dikenal sebagai penyair dan dramawan terkemuka di Indonesia sejak tahun 1950-an.

Semasa hidup, penyair yang dijuluki 'Si Burung Merak' ini melahirkan banyak karya yang dikenang sepanjang masa, bahkan meski kini sosoknya tak ada lagi di dunia.

Dirangkum dari berbagai sumber, berikut puisi kepahlawanan karya W.S. Rendra yang cocok dibacakan untuk peringati Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2021.

Doa Seorang Serdadu Sebelum Perang
Oleh : W.S. Rendra

Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal

Baca Juga: Info SIM Keliling Kota Bandung 27 - 30 Oktober 2021: dari Jadwal, Lokasi hingga Persyaratannya

Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia

Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku

Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-

Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah ?
Sementara kulihat kedua lengaMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku

Mimbar Indonesia
Th. XIV, No. 25
18 Juni 1960

Baca Juga: Persib Kalahkan PSIS Semarang 1-0, Robert Alberts: Ini Pertandingan yang Menarik

Gerilya
Oleh : W.S. Rendra

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan

Angin tergantung
terkecap pahitnya tembakau
bendungan keluh dan bencana

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan

Dengan tujuh lubang pelor
diketuk gerbang langit
dan menyala mentari muda
melepas kesumatnya

Gadis berjalan di subuh merah
dengan sayur-mayur di punggung
melihatnya pertama

Ia beri jeritan manis
dan duka daun wortel

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan

Orang-orang kampung mengenalnya
anak janda berambut ombak
ditimba air bergantang-gantang
disiram atas tubuhnya

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan

Lewat gardu Belanda dengan berani
berlindung warna malam
sendiri masuk kota
ingin ikut ngubur ibunya

Siasat
Th IX, No. 42
1955

Baca Juga: Bagaimana Proses Terbentuknya Sumpah Pemuda? Simak Penjelasannya Berikut Ini

GUGUR
Oleh : W.S. Rendra

Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya
Ke dada musuh yang merebut kotanya

Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya

Bagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya

Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknya
Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya

Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Belumlagi selusin tindak
mautpun menghadangnya.
Ketika anaknya memegang tangannya
ia berkata :
” Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah
tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan.
Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.
Bumi kita adalah juwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang.”
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa

Baca Juga: Profil dan Biodata Taisei Marukawa, Gelandang Baru dari Persebaya yang Cetak Gol Saat Melawan Persija

Orang tua itu kembali berkata :
“Lihatlah, hari telah fajar !
Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat selama-lamanya !
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menacapkan bajak
di bumi tempatku berkubur
kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata :
-Alangkah gemburnya tanah di sini!”

Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya.***

Editor: Bayu Nurullah

Tags

Terkini

Terpopuler