Jangan Ngaku 'Anker' Kalau Belum Tahu Sejarah Stasiun Bogor, Dulu Terminal Pemberhentian Terakhir

- 4 Oktober 2020, 10:07 WIB
Stasiun Bogor pada tahun 1881.*/Dok. KAI
Stasiun Bogor pada tahun 1881.*/Dok. KAI /

PR BOGOR – Kereta api sudah menjadi transportasi umum paling populer bagi warga Bogor. Alasannya simple, karena murah dan cepat.

Orang yang sering bepergian naik kereta biasa disebut dengan ‘Anker’ yang merupakan kepanjangan dari ‘Anak Kereta’.

Untuk Anda warga Bogor, untuk dapat menggunakan kereta api tentunya harus pergi ke stasiun Bogor, yang merupakan salah satu stasiun terbesar di wilayah Jabodetabek.

Ingin tahu sejarahnya? Simak penjelasannya berikut:

Baca Juga: Awali Akhir Pekan Pertamamu, Berikut 3 Zodiak yang akan Beruntung Bulan Ini, Apakah itu zodiak Anda?

Melansir dari situs resmi KAI, Stasiun Bogor dahulunya hanya merupakan terminal pemberhentian terakhir untuk jalur kereta api Batavia – Buitenzorg (sebutan Kota Bogor pada masa itu).

Stasiun Bogor dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda melalui perusahaan kereta api Staats Spoorwegen dan dioperasikan pada tahun 1872.

Stasiun ini akhirnya dibuka untuk pertama kalinya pada 31 Januari 1873.

Baca Juga: Malam-malam Baleg DPR dan Pemerintah Capai Kesepakatan, RUU Cipta Kerja Bentar Lagi Diundangkan

Pada tahun 1881, gedung stasiun Bogor dibangun untuk menampung jumlah penumpang yang setiap hari semakin bertambah. Jalur kereta api dari Bogor diteruskan hingga ke Cicurug, Sukabumi.

Ketika listrik mulai memasuki Bogor pada tahun 1925, kereta api yang sebelumnya berbahan bakar batu bara dan diesel mulai menggunakan tenaga listrik.

Pada tahun 2007, stasiun Bogor telah ditetapkan sebagai bangunan stasiun cagar budaya berdasarkan SK Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Baca Juga: Bima Sakti Beberkan Hasil TC Timnas U-16 Selama September: Fisik Meningkat,Sudah Paham Taktik

Arsitektur Bangunan Lama

Bangunan stasiun seluas kurang lebih 5.955 m2 ini berlokasi di Jalan Nyi Raja Permas, Bogor Tengah.

Stasiun Bogor secara keseluruhan terdiri dari dua bangunan yang saling berdampingan, yakni bangunan utama yang terdiri dari entrance, lobby, kantor administrasi, tempat penjualan tiket dan fasilitas lainnya, serta bangunan emplasemen yang menaungi peron dan dua jalur sepur.

Karakter khas gaya Indische Empire dengan bentuk bangunan simetris ditampilkan dalam arsitektur bangunan utama.

Baca Juga: 7 Rekomendasi Drakor Kala Suasana Hati Buruk, Drama Sekretaris Wanita dengan Tuannya hingga Komedi

Atap pelana dengan pediment segitiga dan gerbang lengkung menciptakan kesan anggun pada fasad depan bangunan ini.

Di belakangnya dinding plesteran dengan ornament garis-garis list serta akhiran cornice pada bagian atas berpola lekukan-lekukan kecil membingkai atap jurai di atasnya.

Pintu dan jendela berpenutup kayu memperkuat karakter klasik bangunan ini. Sedangkan bangunan emplasemen berupa struktur atap bentang lebar dengan rangka baja dan penutup atap plat besi gelombang.

Baca Juga: Memanas Tanggapi Pernyataan Istana, Din Syamsuddin Ingatkan Moeldoko KAMI Bukan Kelompok Pengecut

Bagian samping bangunan utama dengan dinding bergaris-garis dan pintu lengkung. Penambahan kanopi kantilever besi dan birai papan kayu berbiku-biku pada bagian atas pintu merupakan upaya penyesuaian dengan iklim tropis, yaitu untuk menahan sinar matahari dan air hujan.

Peron utama yang luas dan bersih dengan deretan pintu-pintu ke ruang kantor administrasi dan kepala stasiun yang terbuat dari kaca berbingkai kayu menciptakan kesan megah pada ruangan ini.

Ruang Pengawas Peron (PAP) berbentuk kotak berbahan kayu yang menempel pada peron. Ruang ini sengaja dibuat menjorok untuk memudahkan petugas PAP melihat kereta api yang datang atau berangkat.

Baca Juga: Hasil Liga Inggris: Crystal Palace Sempat Ancam Pertahanan Chelsea, Gol Jorginho Sukseskan The Blues

Lobby utama yang cukup luas ini akan terasa penuh pada jam-jam orang berangkat dan pulang kerja. Ornamen pada langit-langit dan lantai menambah kesan luas ruang lobby.

Bagian atas pintu selalu berbentuk lengkung, meskipun daun pintu tetap persegi. Bidang lengkung menjadi lubang ventilasi dengan ornamen teralis besi berpola klasik.
Pada jendela yang berbentuk persegi tetap dibingkai dengan garis lengkung berupa moulding diatasnya.

Bangunan emplasemen berupa struktur atap pelana bentang lebar dengan rangka baja dan penutup atap plat besi gelombang menaungi peron dan dua jalur sepu. Bukaan pada puncak atap untuk mengalirkan udara agar ruangan tidak terasa panas.

Baca Juga: Hasil Liga Inggris: Crystal Palace Sempat Ancam Pertahanan Chelsea, Gol Jorginho Sukseskan The Blues

Kini, arsitektur stasiun Bogor sudah mengalami banyak perubahan. Tak ada lagi gaya khas Belanda yang ditampilkan.***

 

 

Editor: Amir Faisol

Sumber: KAI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah