Taman Safari Budidaya Maggot untuk Optimalisasi Pengelolaan Sampah Organik

- 23 Oktober 2023, 08:00 WIB
Proses Integrated Waste Management (IWM) penghasil maggot di Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Proses Integrated Waste Management (IWM) penghasil maggot di Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. /ANTARA/M Fikri Setiawan

PEMBRITA BOGOR - Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat mampu menghasilkan maggot hingga seberat 500 kg per hari dari pengelolaan sampah makanan melalui sistem Integrated Waste Management (IWM). Maggot ini menjadi salah satu pengurai sampah organik atau sampah sisa makanan dari wisatawan.

Direktur Utama PT Greenprosa Arky Gilang Wahab mengungkapkan bahwa maggot atau Black Soldier Fly (BSF) yang dihasilkan itu dipasarkan dengan harga Rp35 ribu-Rp55 ribu/kg.

 

Greenprosa sebagai pengelola IWM di Taman Safari Bogor setiap harinya mengolah sampah sekitar 10 truk dengan berat rata-rata 1 ton/truk. Setiap 1 truk, sampah organiknya terdiri dari 40-50 persen untuk pengembangbiakan maggot.

Baca Juga: Taman Safari Indonesia Bogor Alihkan Rute Wahana Safari Journey Imbas Adanya Kegiatan Pemeliharaan Jalan

"Kita anggap tertinggi 10 truk/hari, jadi 15 ton hasil maggotnya itu 10 persennya," ujar Arky.

Pengolahan Limbah Industri Wisata di Taman Safari Bogor

Taman Safari Bogor bekerjasama dengan PT Greenprosa mengembangkan konsep pengelolaan limbah secara berkelanjutan melalui budidaya maggot dan pupuk organik sehingga menjadi percontohan industri hijau.
Taman Safari Bogor bekerjasama dengan PT Greenprosa mengembangkan konsep pengelolaan limbah secara berkelanjutan melalui budidaya maggot dan pupuk organik sehingga menjadi percontohan industri hijau. /ANTARA FOTO/Arif Firmansyah

Arky menerangkan proses pengembangbiakan maggot BSF tidak membutuhkan waktu lama, mulai dari menetas telur hingga bisa dipanen hanya membutuhkan waktu sekitar 14 hari.

"Dari baby larva umur 5 hari itu kita langsung berikan ke sampah organik untuk diurai. Dalam 1 hari, dia bisa 4 sampai 10 kali lipat dari berat badannya, dia urai sampah organik food waste dan food loss itu," ujarnya pula.

Baca Juga: Peringati Hari Gajah Sedunia 2023, Taman Safari Bogor dan Taman Satwa Lembah Hijau Lampung Gelar Perayaan Unik

Maggot kering yang dihasilkan dari sampah sisa makanan ini mengandung manfaat, mulai dari pakan ternak hingga bahan dasar kosmetik.

"Maggotnya bisa dijual kering, bisa diekstrak jadi tepung protein dan minyak. Minyak untuk kosmetik. Ada beberapa market yang membutuhkan, pertama itu memang secara industri feed mill (industri pakan ternak) untuk pakan ayam, pakan ikan itu membutuhkan," ujar Arky pula.

Selain itu, Arky juga menjelaskan kondisi sampah di Indonesia lebih dari 40 persennya, yaitu sampah sisa makanan dan bahan makanan yang terbuang. Hal itu, yang membuat dirinya tergerak mengolah sampah dengan menggunakan metode maggot sejak akhir tahun 2022.

Baca Juga: Gantikan GOD, Taman Safari Bogor Buka Pertunjukan Edukasi di Musim Liburan

"Secara legal kami dari 2021. Sebenarnya dulu kami kelompok swadaya masyarakat (KSM), kami tadinya tidak mengkomersialkan, tapi 2019 produksi kami BSF banyak sekali," tutupnya.

Sementara penanggung jawab Integrated Waste Management (IWM) Taman Safari, Irwan Setia Budi mengatakan, budi daya maggot dari lalat hitam itu digunakan untuk menjawab permasalahan sampah di Bogor khususnya di tempat wisata.

"Tentunya sumber sampah dari TSI, ada di area wisatanya seperti hotel, resto dan itu banyak sampah organik dan anorganik dari pengunjung (wisatawan). Jadi, sampah itu disortir, dikelola di IWM, maggot inilah yang sebenarnya mengurai atau menghabiskan sampah yang organik. Kalau untuk anorganiknya itu kita kirim ke pabrik recycle, pihak ketiga," ujar Irwan.

Baca Juga: Jelang Idul Adha 1444 H, Taman Safari Bogor Sumbang 41 Ekor Kambing Kurban untuk Masyarakat

Belatung atau maggot ini dibudidayakan atas kerja sama dengan PT Green Prosa dari Banyumas, Jawa Tengah. Dia mengatakan, bahwa sumber sampah dari wisatawan itu akan disortir untuk yang memiliki nilai ekonomi. Adapun proses penyortiran dilakukan secara manual oleh para petugas.

Sehingga, sampah organik dan anorganik yang diambil dalam keadaan masih tercampur akan dimasukkan ke mesin pemilah. Setelah itu, mesin pemilah akan mengeluarkan bubur (sampah organik yang sudah digiling) untuk diurai oleh maggot atau belatung tersebut. Menurutnya, sampah organik harus diolah dalam kondisi lembut atau menjadi bubur supaya bisa diurai lebih cepat.

Irwan mengatakan, IWM mampu membiakkan 350 kg larva BSF fresh yang dapat mereduksi sampah organik berbentuk sampah makanan (SOD) hingga 1,7 ton perharinya terutama di hari libur akhir pekan.

Baca Juga: Wow! 17.000 Orang Wisata ke Taman Safari Bogor Selama Lebaran 2023

"Nah, mesin ini nanti memisahkan sampah organik yang tercampur dengan plastik. Nanti sampah organiknya ke bawah dan anorganiknya jadi residu. Kita pakai penampungan selama satu hari dan kita lakukan proses pemberian makan maggot untuk mereduksi sampah organik ini (sampah makanan wisatawan)," ungkapnya.

Oleh karena itu, belatung tersebut sangat berjasa dalam mengurangi produksi sampah organik atau sampah makanan dari wisatawan. Dia mengungkapkan, bahwa budi daya larva BSF ini hanya membutuhkan waktu dua pekan atau selama 14 hari untuk panen.***

Editor: Khairul Anwar

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah