Naskah Khutbah Jumat tentang Tahun Baru Islam: Bagaimana Kita Memaknai Tahun Baru Hijriah?

- 13 Agustus 2021, 06:00 WIB
Ilustrasi naskah khutbah Jumat Tahun Baru Islam.
Ilustrasi naskah khutbah Jumat Tahun Baru Islam. /Unplash/Steven Su

Yang perlu menjadi catatan adalah: apakah bertambah pula keberkahan usia kita? Ini pertanyaan singkat dan hanya bisa dijawab dengan merefleksikan secara panjang-lebar jejak perjalan hidup kita yang sudah lewat.

Baca Juga: Beredar Video Penangkapan Dokter Richard Lee, Begini Penjelasan Kepolisian Polda Metro Jaya

Tahun baru hijriah yang kita peringati setiap tahun terkandung sejarah dan nilai-nilai yang terus relevan hingga kini. Nabi sendiri tak pernah menetapkan kapan tahun baru Islam dimulai.

Begitu pula tidak dilakukan oleh khalifah pertama, Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq. Awal penanggalan itu resmi diputuskan pada era khalifah kedua, Sayyidina Umar bin Khathab, sahabat Nabi yang terkenal membuat banyak gebrakan selama memimpin umat Islam.

Keputusan itu diambil melalui jalan musyawarah. Semula muncul beberapa usulan, di antaranya bahwa tahun Islam dihitung mulai dari masa kelahiran Nabi Muhammad. Ini adalah usulan yang cukup rasional.

Rasulullah adalah manusia luar biasa yang melakukan revolusi ke arah peradaban yang lebih baik masyarakat Arab waktu itu. Karena itu kelahiran beliau adalah monumen bagi kelahiran perdaban itu sendiri. Tahun baru Masehi pun dimulai dari masa kelahiran figur yang diyakini membawa perubahan besar, yakni Isa al-Masih.

Baca Juga: Kondisinya Sudah Pulih, Abdul Aziz Siap Melahap Program Latihan Bersama Persib Bandung

Yang menarik, Umar bin Khatab menolak usulan ini. Singkat cerita, forum musyawarah menyepakati momen hijrah Nabi dari Makkah menuju Madinah sebagai awal penghitungan kalender Islam atau kalender qamariyah yang merujuk pada perputaran bulan (bukan matahari). Karenanya kelak dikenal dengan tahun hijriah yang berasal dari kata hijrah (migrasi, pindah).

Jamaah shalat Jum’at hafidhakumullah,

Memilih momen hijrah daripada momen kelahiran Nabi yang dilakukan Umar dan para sahabat lainnya mengandung makna yang sangat dalam. Kelahiran yang dialami manusia adalah peristiwa alamiah yang tak bisa ditolaknya. Nabi Muhammad pun saat lahir tak serta merta diangkat menjadi nabi kecuali setelah berusia 40 tahun. Beliau kala itu hanyalah bayi putra Abdullah bin Abdul Muthalib.

Halaman:

Editor: Nurul Fitriana


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x