Periode Emas Manila-Beijing Usai, Filipina Tinggalkan Tiongkok Setelah Diimingi Janji-janji Palsu

- 26 Juli 2020, 10:25 WIB
Rodrigo Duterte telah berusaha untuk  mendekatkan Filipina dengan Tiongkok.*
Rodrigo Duterte telah berusaha untuk mendekatkan Filipina dengan Tiongkok.* //AP

PR BOGOR - Filipina yang tengah berada diambang kebimbangan atas hubungannya dengan Tiongkok, kini mengambil keputusan tegas menolak klaim sepihak atas Laut China Selatan.

Filipina awalnya begitu lekat dengan Tiongkok lantaran kebijakan Presiden Filipina Rodrigo Duterte. Bahkan, perjanjian pertahanan dengan sekutu lama, Amerika Serikat (AS) dilepas begitu saja.

Diberitakan di Pikiran-Rakyat.com, Menteri Luar Negeri Filipina, Teodoro Locsin Junior mengimbau Tiongkok patuhi semua keputusan arbitrase, berkenaan dengan peringatan empat tahun hasil Mahkamah Internasional di Den Haag, pada Selasa 12 Juli 2020 lalu.

Baca Juga: Menyusul Kegeraman AS, Australia Tegas Tolak Klaim Sepihak Tiongkok Soal Laut China Selatan

"Hasil ini tak bisa dinegosiasikan lagi," tegas Teodoro dalam pernyataan resmi.

Sikap Filipina semakin jauh bahkan digadang-gadang akan 'putar balik', ini berdampak terhadap berakirnya 'periode emas' Manila-Beijing.

Aktivitas militer Tiongkok yang menguat di Laut China Selatan menjadi penyebab langkah 'mundur' Filipina. Bukan hanya soal agresivitas Beijing, janji-janji negara komunis itu ternyata hanya terasa seperti angin lalu.

Baca Juga: Marcus Beam Berdiam di Bali Selama Jadi Buronan Interpol, Produksi Film Porno untuk Bertahan Hidup

Manila diiming-imingi banyak investasi, namun tak semuanya benar-benar direalisasikan. Publik Filipina semakin suram ketika melihat bagaimana Tiongkok dinilai kurang bertanggung jawab pada penyebaran virus corona.

Artikel ini telah tayang di Pikiran-Rakyat.com dengan judul 'Tiongkok Ingkar Janji, Filipina Cepat-cepat Putar Balik Beri Perlawanan demi Laut China Selatan'.

Demi menyelamatkan bagian mereka di Laut China Selatan, Filipina bergegas membangun dermaga di Pulau Thitu, Kepulauan Spratlys.

Melalui pembangunan dermaga tersebut, Duterte bisa memperbaiki lapangan terbang kecil yang sempat ditunda pendahulunya, Presiden Benigno Aquino III.

Baca Juga: 4 Tahun Lamanya 'Agama Muslim' Muncul di Sumbar, Penganut Tak Imani Allah SWT dan Nabi Muhammad

Keputusan Benigno diambil demi menunggu hasil Mahkamah Internasional terhadap sengketa Laut China Selatan. Hasilnya, negara-negara Asia Tenggara lebih berhak daripada Tiongkok dengan Nine Dash Line-nya.

Langkah terakhir dari Duterte ini menjadi 'putaran balik paling tajam' selama kepemimpinannya sejak empat tahun lalu.

Duterte berkali-kali menegaskan, dirinya seorang sosialis tulen yang membenci AS sembari mengesampingkan banyak pencapaian dari pendahulunya. Semua demi mendapatkan investasi Tiongkok yang sedang 'diobral' kepada negara-negara berkembang.

Baca Juga: Rizky Billar Salah Tingkah Ketemu Lesti Kejora, Keduanya Kompak Bilang Sabar Ditinggal Mantan Nikah

Pria yang dikenal keras itu diketahui enam kali mengunjungi Tiongkok untuk memastikan realisasi janji-janji pembangunan di Filipina.

Sayangnya, tak banyak yang akhirnya terbangun dan mendapat pujian publik. Kebanyakan masih terpampang di papan wacana saja.***(Mahbub Ridhoo Maulaa/PR)

Editor: Amir Faisol


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah