"Ini yang unik tidak heran informasi yang berseliweran dipercaya betul oleh masyarakat, baik soal Covid, Politik, dan lainnya,” ujar Devie Rahmawati, Dosen Pendamping UKM Fact Checker UI dalam kegiatan Webinar bertajuk 'Peran Influencer Terhadap Kepercayaan Masyarakat Menanggapi Isu-Isu Covid-19'.
Pemred Majalah Tempo, Wahyu Dhyatmika menilai, tidak dipungkiri media massa terjebak dalam penyebaran misinformasi.
Baca Juga: UMP Jawa Barat 2021 Tak Ada Perubahan, Jangan Sampai Ada Kabupaten/Kota Tetapkan Nilai Lebih Rendah
Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan menekankan pada cek-cek fakta secara kolaboratif.
“Jadi sering sekali media itu sendiri terlibat juga dalam penyebaran misinformasi. Ini poin penting yang ingin saya sampaikan, karena banyak sekali sebetulnya kondisi kebingungan yang terjadi akibat infodemik akibat pandemi informasi, bisa kita atasi jika media sendiri sudah mulai membersikan diri dari konten yang termasuk dalam false connection, misleading content, dan false context,” kata Wahyu.
Wahyu kemudian membeberkan data dari Reuters Institute dan University of Oxford yang menerangkan bahwa penyebaran berita hoax terbesar dilakukan orang-orang prominent persons/influencer.
Baca Juga: Giselle Aespa SM Entertainment Bikin Penggemar Kpop Tercengang, Training Terpendek Cukup 2 Bulan
“Dari sisi jumlahnya memang mereka hanya 20% dari total yang menyebarkan disinformasi, tapi share of engagements-nya, karena mereka influencer, itu 69%. Jadi meskipun orangnya sedikit, tapi punya follower banyak tapi karena mereka berpengaruh, jumlah engagement, retweet, like, share, jauh lebih besar,” kata Wahyu.
Putri Indonesia Intelegensia 2020, Desiree Maghdalena Roring, menganggap bahwa kekuatan influencer ialah sosial media yang dimiliki.