Jelang Pemilu AS, UI Mengingatkan Media Sosial Mempolarisasi Debat Publik, Disinformasi Jadi 'Virus'

- 1 November 2020, 13:10 WIB
Ilustrasi hoaks kartu gas gratis Pertamina.
Ilustrasi hoaks kartu gas gratis Pertamina. /Pixabay/Geralt

PR BOGOR - Peneliti Vokasi sekaligus penggiat litertasi digital Universitas Indonesia, Devie Rahmawati menilai, demokrasi di dunia saat ini menghadapi tantangan dan perubahan.

Menjelang pelaksanaan Pemilu AS 2020 November ini, Devie Rahmawati mengingatkan, pemilu yang bebas dan adil sebagai landasan legitimasi demokrasi, mengalami tekanan.

Tekanan tersebut berasal dari gerakan populisme dan pascakebenaran, yang menyalahgunakan teknologi komunikasi digital untuk menyesatkan masyarakat.

Baca Juga: Lanjutkan Tuntutan Omnibus Law, Besok Buruh Bakal Turun ke Jalan Lagi Selain Tempuh Cara Lewat MK

Beberapa studi menunjukkan kata dia, media sosial mempolarisasi debat publik, mendorong orang ke arah politik yang ekstrem.

Sedangkan studi lain berpendapat bahwa media sosial menciptakan 'gelembung filter' dan 'ruang gema', mengurangi akses ke berbagai sumber informasi dan perspektif.

"Disinformasi adalah salah satu strategi para populis yang mencoba meruntuhkan kepercayaan masyarakat pada fakta yang dapat diverifikasi dan membangun sinisme (termasuk dengan menjelekkan jurnalis profesional sebagai penyebar 'berita palsu') sehingga kontestasi kebijakan serta pemilu tidak didasarkan pada akal sehat, melainkan pada pesona pribadi dan loyalitas sektarian," kata Devie Rahmawati dalam diskusi daring bertajuk : Beyond Misinformation: US Electoral Integrity in The Digital Age, Sabtu, 31 Oktober 2020.

Baca Juga: Segera Datang ke Samsat Terdekat! STNK Diblokir Jika Tidak Diperpanjang Selama Dua Tahun

Studi lain kata Devie menyebutkkan, media jejaring sosial seperti instagram, Facebook, twitter, WhatsApp dipercayai sebagai media yang memiliki susunan redaksi.

Halaman:

Editor: Amir Faisol


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x