Abdul mengutip Pasal 475 ayat (2) Undang-Undang Pemilu yang menyatakan bahwa "Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya terhadap hasil penghitungan suara yang memengaruhi penentuan terpilihnya pasangan calon atau penentuan untuk dipilih kembali pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden." Baginya, hal ini menjadi pembatasan kewenangan MK dalam mengadili sengketa pilpres.
Baca Juga: TPN Ganjar-Mahfud: Kami Minta Kapolri Datang ke Sidang Sengketa Pilpres, tapi Belum Dijawab MK
Abdul menegaskan bahwa tidak ada peluang untuk memperluas atau menafsirkan lain kewenangan MK tersebut.
"Dengan kata lain, tidak boleh ada rechtsvinding (penemuan hukum)," ujarnya. Argumentasi ini menjadi poin penting dalam perdebatan mengenai kewenangan MK dalam menangani kasus TSM dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024.***