Lebih lanjut Maya menjelaskan, jika disebutkan sudah ada ribuan pasien yang sembuh dari obat herbal yang dimaksud, maka hal itu tidak dapat dibenarkan.
Hal itu dikarenakan, harus ada ethical clearance dan protokol tertentu dalam proses uji klinis yang melibatkan manusia.
Baca Juga: Dokter Gigi Gadungan di Bekasi Akhirnya Dibekuk Polisi, Dapat Untung Rp300.000-Rp400.000 Sehari
Menurut Maya, di BPOM ada full spectrum control yang harus dilakukan terhadap obat tradisional dan suplemen kesehatan. Prosesnya dimulai dari pre market control, sebelum obat beredar di masyarakat dan post market control, setelah beredar di pasaran.
Adapun untuk obat herbal milik Hadi Pranoto misalnya, Maya memastikan belum ada izin edar sama sekali.
Sampai hari ini, BPOM tidak pernah mengeluarkan izin edar atas produk herbal ataupun jamu yang diklaim bisa membunuh Covid-19.
Baca Juga: TinyTAN Karakter Animasi BTS, Big Hit Entertainment Bakal Produksi Beragam Bentuk Skuel Cerita
Dalam kesempatan sama, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat, ada empat hal yang menjadi penyebab maraknya muncul klaim obat COVID-19 di Indonesia, yang menjadi bola liar di tengah masyarakat dan mulai meresahkan masyarakat.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam diskusi virtual pada Senin (10/08/20) mengatakan, buruknya politik managemen penanganan wabah menjadi salah satunyha.
"Pertama, buruknya politik managemen penanganan wabah. Kedua, aspek tekanan psikologi konsumen. Ketiga, lemahnya literasi konsumen terhadap produk obat-obatan. Dan keempat, masih belum optimalnya penegakan hukum," ujar Tulus.