Film Dirty Vote Bongkar Pemilihan Pj Kepala Daerah Orang Dekat Jokowi, Sempat Digugat Gustika Jusuf Tahun 2022

12 Februari 2024, 18:30 WIB
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas Feri Amsari menjelaskan Pj Kepala Daerah yang langsung ditunjuk oleh Presiden Jokowi dalam film Dirty Vote. /Foto: Tangkapan layar YouTube/Dirty Vote Indonesia

PEMBRITA BOGOR - Film dokumenter Dirty Vote mengungkap fakta-fakta mengejutkan terkait kecurangan dalam Pemilu 2024 yang telah dimulai sejak tahun 2022 lalu, yaitu upaya untuk mengontrol perolehan suara dengan menunjuk para Pejabat (Pj) gubernur, bupati, dan wali kota yang bisa dikendalikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Menurut Feri Amsari, pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas sekaligus salah satu narasumber dalam film Dirty Vote, banyak penunjukan Pj kepala daerah yang cacat hukum dan prosesnya tidak transparan.

Ia berkata alasan penunjukan Pj kepala daerah supaya Pilkada bisa berbarengan dengan gelaran Pemilu 2024.

Baca Juga: Sinopsis Film Dirty Vote: Sentilan terhadap Rezim Jokowi yang Doyan 'Cawe-cawe' di Pilpres 2024

Feri Amsari menyebut bahwa Presiden Jokowi telah menunjuk 20 Pj gubernur dan 182 Pj bupati atau wali kota di seluruh Indonesia selama periode 2022-2023.

Banyak dari mereka adalah orang-orang dekat Jokowi, seperti Bey Machmuddin dan Heru Budi Hartono, yang memiliki latar belakang sebagai pejabat di lingkungan Setpres Republik Indonesia.

Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, salah satu penjabat kepala daerah yang ditunjuk oleh Jokowi menggantikan Anies Baswedan. /Foto: Pikiran Rakyat/Boy Darmawan

Selain itu, ada juga penunjukan Nana Sudjana sebagai Pj Gubernur Jawa Tengah menggantikan Ganjar Pranowo yang habis masa jabatannya. Ia ditunjuk karena dekat dengan Jokowi selama menjabat sebagai Kapolresta Surakarta pada tahun 2010. Posisi Jokowi saat itu adalah Wali Kota Solo.

Baca Juga: Ganjar sedang Memasak! Baru Mulai Debat Kelima Capres Sudah Singgung Program Bansos Jokowi

Penunjukan Achmad Marzuki sebagai Pj Gubernur Aceh juga menjadi sorotan karena kejanggalannya. Marzuki, yang masih berstatus anggota TNI dengan pangkat Mayor Jenderal, secara tiba-tiba ditunjuk menjadi Pj Gubernur Aceh hanya dalam waktu 3 hari setelah dipindahkan ke Kementerian Dalam Negeri. Hal ini menimbulkan kecurigaan terkait motif di balik penunjukan tersebut.

Menurut Feri Amsari, tujuan Jokowi membentuk pasukan Pj gubernur dari orang-orang pilihannya adalah untuk mengamankan suara pasangan calon yang didukungnya pada Pilpres 2024, yaitu rekannya di Menteri Pertahanan sekaligus Capres Prabowo Subianto serta anak sulungnya yang saat ini jadi Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka.

Hal ini terkait dengan ambisi Jokowi untuk menjalankan pilpres hanya dalam satu putaran, yang membutuhkan dukungan mayoritas suara serta menang di setidaknya 20 provinsi.

Baca Juga: Jokowi Sering Terlihat 'Cawe-cawe' Ajak Prabowo Makan Bareng, Anies: Saya seperti Melihat Perilaku Rezim Orba

Untuk mencapai tujuan tersebut, Jokowi melakukan strategi pemekaran wilayah, seperti yang terjadi di Papua sejak tahun 2022. Pemekaran tersebut diharapkan dapat meningkatkan jumlah provinsi di mana Jokowi memiliki kekuatan politik yang signifikan.

Efek dari penunjukan Pj gubernur yang dekat dengan Jokowi sangat besar, karena mereka dapat mempengaruhi warga untuk memilih pasangan calon yang diinginkan oleh Jokowi. 

Contohnya adalah kasus Pj Gubernur Kalimantan Barat, dr Harisson, yang tertangkap mengajak warga memilih paslon tertentu dengan janji pembangunan Infrastruktur di Kawasan Ekonomi Khusus IKN.

Mengingat Kembali Gustika Fardani Jusuf, Penggugat Pelantikan Pj Kepala Daerah yang Digagas Jokowi

Gustika Jusuf, cucu Wakil Presiden Pertama Mohammad Hatta sekaligus penggugat pelantikan Pj kepala daerah oleh Presiden Jokowi pada 2 Desember 2022 lalu. /Foto: Tangkapan layar Instagram/@gustikajusuf

Kasus pelantikan Pj kepala daerah ini menimbulkan keberatan dari beberapa pihak, termasuk Gustika Jusuf, cucu Wakil Presiden Pertama Mohammad Hatta yang pernah menggugat Presiden Joko Widodo dan Mendagri Tito Karnavian atas pelantikan 88 penjabat kepala daerah pada Jumat, 2 Desember 2022 lalu. 

Gugatan tersebut menyoroti potensi penyalahgunaan kekuasaan dalam proses pengangkatan Pj kepala daerah yang dinilai cacat hukum dan tidak transparan.

Gugatan ini dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta oleh beberapa pihak, termasuk Adhito Harinugroho, Lilik Sulistyo, Suci Fitriah Tanjung, dan Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). 

Mereka meminta agar pelantikan 88 penjabat kepala daerah dinyatakan batal atau tidak sah karena diduga melanggar hukum dan konflik kepentingan.

Dalam gugatan tersebut, tertulis sebagai berikut, "Menyatakan batal atau tidak sahnya tindakan Tergugat I (Presiden Joko Widodo) dan Tergugat II (Mendagri Tito Karnavian) dalam pengangkatan dan pelantikan 88 Pj (Penjabat) Kepala Daerah: Pj Gubernur Provinsi sebanyak 7 orang, Pj Walikota sebanyak 16 orang, dan Pj Bupati sebanyak 65 orang selama kurun waktu sejak 12 Mei 2022 sampai dengan 25 November 2022 yang mengandung unsur penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan konflik kepentingan."

Gustika Jusuf dan rekan-rekannya kemudian mempertanyakan tindakan pemerintahan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi dan Mendagri Tito Karnavian, yang dianggap melakukan serangkaian tindakan mengangkat dan melantik 88 Pj (Penjabat) Kepala Daerah secara tidak sah. 

Mereka menyatakan bahwa tindakan tersebut berpotensi mengandung unsur penyalahgunaan kekuasaan dan konflik kepentingan. 

Pada petitum gugatan tersebut, mereka meminta agar pengadilan menyatakan tindakan tersebut batal atau tidak sah dan memerintahkan Tergugat I (Presiden) untuk melakukan tindakan pemerintahan yang sesuai dengan hukum. 

Selain itu, mereka juga meminta agar majelis hakim PTUN Jakarta harus membatalkan pelantikan 88 penjabat kepala daerah yang ditunjuk langsung oleh Jokowi dan Tito Karnavian.***

Editor: Muhammad Rizky Suryana

Tags

Terkini

Terpopuler