11 Poin Penting SE Kapolri Soal Pedoman Penanganan Kasus UU ITE

23 Februari 2021, 09:54 WIB
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo (kiri) terbitkan surat edaran soal penanganan perkara UU ITE. /ANTARA/Hafidz Mubarak A

PR BOGOR - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo baru saja mengeluarkan Surat Edaran (SE) terkait penerapan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Surat Edaran dengan nomor SE / 2/11/2021 tentang kesadaran budaya beretika untuk mewujudkan ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, dan produktif sudah diteken langsung oleh Kapolri pada Jumat, 19 Februari 2021 lalu.

"Maka diharapkan kepada seluruh anggota Polri berkomitmen menerapkan penegakan hukum yang dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat," kata Kapolri, dalam Surat Edaran tersebut, sebagaimana dikutip PRBogor.com dari PMJ News, Selasa, 23 Februari 2021.

Baca Juga: Tegakkan Hukum yang Seadil-adilnya, Kapolri Keluarkan Pedoman Penanganan Kasus UU ITE

Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengatakan, pihaknya akan selalu mengedepankan edukasi dan tindakan persuasif.

Sehingga dapat menghindari dugaan kriminalisasi terhadap orang yang dilaporkan serta dapat menjamin ruang digital Indonesia agar tetap bersih, sehat, beretika, dan produktif.

Terdapat 11 poin penting dalam SE yang menjadi pedoman bagi penyidik Polri, antara lain:

a. Mengikuti perkembangan pemanfaatan ruang digital yang terus berkembang dengan segala macam persoalannya.

b. Memahami budaya beretika yang terjadi di ruang digital dengan menginventarisir berbagai permasalahan dan dampak yang terjadi di masyarakat.

Baca Juga: Amanda Manopo Mengaku Dapat Ancaman Pembunuhan, Pengacara Beberkan Bukti dan Akan Tempuh Jalur Hukum

c. Mengedepankan upaya preemtif dan preventif melalui virtual police dan virtual alert yang bertujuan untuk memonitor, mengedukasi, memberikan peringatan serta mencegah masyarakat dari potensi tindak pidana siber.

d. Dalam menerima laporan dari masyarakat, penyidik harus dapat membedakan antara kritik, masukan, hoaks, dan pencemaran nama baik yang dapat dipidana untuk selanjutnya menentukan langkah yang akan diambil.

e. Sejak penerimaan laporan, penyidik diminta berkomunikasi dengan para pihak terutama korban (tidak diwakilkan) dan memfasilitasi serta memberi ruang seluas-luasnya kepada para pihak yang bersengketa untuk melaksanakan mediasi.

f. Melakukan kajian dan gelar perkara secara komprehensif terhadap perkara yang ditangani dengan melibatkan Bareskrim/Dittipidsiber (dapat melalui zoom meeting) dan mengambil keputusan secara kolektif kolegial berdasarkan fakta dan data yang ada,

Baca Juga: Update Corona di Bogor, 16 Orang Dilaporkan Meninggal Dunia dalam Sepekan Terakhir, Ini Kata Dinkes

g. Penyidik berprinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum (ultimatum remidium) dan mengedepankan restorative justicedalam penyelesaian perkara.

h. Terhadap para pihak dan/atau korban yang akan mengambil langkah damai agar menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice, kecuali perkara yang bersifat berpotensi memecah belah, suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), radikalisme, dan separatisme.

i. Korban yang tetap ingin perkaranya diajukan ke pengadilan namun tersangkanya telah sadar dan meminta maaf, maka terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan dan sebelum berkas diajukan ke JPU agar diberikan ruang untuk mediasi kembali.

Baca Juga: Cuti Bersama 2021 Tersisa 2 Hari, Ternyata Ini Alasan Pemerintah Ambil Keputusan Tersebut

j. Penyidik agar berkoordinasi dengan JPU dalam pelaksanaannya, termasuk memberikan saran dalam hal pelaksanaan mediasi pada tingkat penuntutan,

k. Agar dilakukan pengawasan secara berjenjang terhadap setiap langkah penyidikan yang diambil dan memberikan reward serta punishment atas penilaian pimpinan secara berkelanjutan.***

Editor: Bayu Nurullah

Sumber: PMJ News ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler