Bima Arya Bagikan Cerita Pilu Saat Terpapar Covid-19: dari Hampir Mati sampai Dianggap Settingan

5 Desember 2020, 12:19 WIB
WALI Kota Bogor, Bima Arya menceritakan kisahkanya saat terpapar Covid-19 di bula Maret 2020 lalu.* Dok. Prokompim /

PR BOGOR - Wali Kota Bogor, Bima Arya adalah survivor corona atau Covid-19. Bima Arya sempat terinfeksi virus corona pada 17 Maret 2020, bahkan menjadi pasien 001 di Kota  Bogor.

Hal itu ia ungkapkan dalam diskusi daring Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jumat 4 Desember 2020.

Dalam kesempatan tersebut, ia menceritakan saat pertama terpapar Covid-19 dan pernah bernazar ingin menyelamatkan banyak nyawa.

Baca Juga: Djoko Tjandra Dituntut 2 Tahun, Catatan Jaksa ke Hakim: Dia Berbelit-belit saat Berikan Keterangan

Namun, ia mengaku hanya merasa seperti jetlag atau tidak enak badan dan kelelahan usai pulang perjalanan dinas dari Turki.

Kemudian dirinya langsung dibawa ke rumah sakit dan menjalani masa isolasi selama 22 hari. Ia juga mengalami sejumlah gejala seperti layaknya pasien DBD.

"Jadi malam itu dibawa ke rumah sakit, mulailah masa berat selama 22 hari di rumah sakit. Gejalanya seperti demam berdarah, lemas pusing mual tetapi plus batuk," kata Bima Arya.

Baca Juga: 8 Deret Pemeran Drama Korea Wanita Terpopuler di Tahun 2020, Siapa Aktris Favoritmu?

Ia mengaku gejala seperti demam berdarah yakni lemas, pusing, dan mual, yang juga disertai batuk.

"Saya ingat sekali besoknya orang cerita bahwa Kota Bogor sepi sesepi-sepinya, karena saya pasien 001 di Kota Bogor. Artinya saat itu ada shock theraphy, wah walkot aja bisa kena," ujar Bima Arya.

Setelah dirinya dinyatakan terpapar corona dan menjadi pasien 001, wilayah Bogor sepi. Hal itu menjadi momentum untuk mengingatkan warga Bogor terkait bahaya nyata dari Covid-19.

Baca Juga: Viral, Siswa SD Palembang Buat Puisi Satire Soal Sepeda dan Ikan, Sindir Jokowi dan Menteri KKP

Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor telah melakukan survei kepada warga mengenai pemahaman Covid-19.

Survei tersebut bekerjasama dengan tim riset dari Lapor Covid-19 dan Social Resilience Lab Nanyang Technological University Singapore.

Hasilnya, ada 19 persen masyarakat percaya Covid-19 itu teori konspirasi, 29 persen tidak percaya, dan 50 persen masih bimbang antara percaya atau tidak.

Baca Juga: 5 Konsep Video Musik Kpop dengan Konsep yang Unik, Salah Satunya 'BTS - Blood, Sweat and Tears'

“Antara percaya dan tidak ini seperti dalam politik itu sering disebut swing voters, tergantung siapa yang ngomongin,” ucapnya.

Dari pengalamannya pernah kena corona, Bima merasa hampir meninggal. Bima bahkan sempat bernazar, jika sembuh akan berusaha semaksimal mungkin mengatasi pandemi Covid-19.

'Ya Allah bila diberi izin untuk sehat, izinkan saya untuk ikhtiar maksimal ada di depan selamatkan sebanyak mungkin manusia'.

Baca Juga: Lanjutan 'Drama' Surat Panggilan Kedua Habib Rizieq, Polri: Awalnya Penolakan, ya Akhirnya Diterima

Untuk itu, sosialisasi Covid-19 masih harus terus digencarkan terutama di daerah. Ia pun menerapkan 2 strategi dalam sosialisasi bahaya Covid-19 dengan cara ketegasan dan kasih sayang.

Dia menegaskan, saat ini situasinya jauh dari kata aman dan mengalami satu fase tertinggi kasus Covid-19 di Kota Bogor. Tercatat, rata-rata perhari ada 50 kasus baru. Sementara itu, Bed Occupancy 83 persen, biasa bisa ditekan dibawah 60 persen.

"Langkahnya, kita sedang menyiapkan rumah sakit darurat dengan menyiapkan satu hotel untuk isolasi orang tanpa gejala," tuturnya.

Baca Juga: Ingat! Mahfud MD Ancam Berikan Sanksi Bagi Paslon yang Langgar Peraturan Prokes dan Kampanye Pilkada

Bima Arya juga menyebut tim surveillance saat ini lemah. Jika sehari ada 50 kasus positif, maka ada 1.000 orang yang di tracing.

"Untuk itu kita perkuat tim surveillance agar tidak lolos, agar jika ada kasus baru tidak menularkan di rumah tangga. Karena sebelumnya ada yang menularkan di klaster rumah tangga, sehingga meledak kasus rumah tangga," paparnya.

Untuk menekan penyebaran diperlukan kolaborasi, baik di internal pemkot maupun luar pemkot dengan stakeholder.

Baca Juga: Gempa Kembali Mengguncang Wilayah Indonesia, Dirasakan di Kabupaten Seluma, Bengkulu dan Banda Aceh

"Ini semua tentang kolaborasi, jika bisa kolaborasi maka sistem berjalan, pemkot tidak bisa sendiri, kita perlu di back up TNI, Polri, LPM, Karang Taruna, pihak gereja dan stakeholder lain. Jika sistem itu berjalan maka penanganannya akan cepat. Dengarkan ahli epidemiolog, karena kita harus prediksi hingga kapan pandemi ini," ungkapnya.

Sementara itu, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito menyebutkan, rekor penambahan kasus tertinggi pada Kamis 3 Desember 2020 kemarin, yang menyentuh 8.369 kasus disebabkan oleh 2 faktor utama, yakni tingkat penularan yang masih tetap tinggi serta adanya sinkronisasi data covid-19 dari daerah ke tingkat pusat.***

Editor: Yuni

Tags

Terkini

Terpopuler