Sampoerna-Tanoto Foundation Terima Dana Gajah, DPR Berkata Jangan Sampai Ada Bagi-bagi Hibah APBN

- 27 Juli 2020, 15:36 WIB
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (tengah) bersama Sekjen Kemendikbud Didik Suhardi (kiri) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019). Rapat kerja tersebut membahas sistem zonasi dan Ujian Nasional (UN) tahun 2020, serta persiapan pelaksanaan anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2020. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (tengah) bersama Sekjen Kemendikbud Didik Suhardi (kiri) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019). Rapat kerja tersebut membahas sistem zonasi dan Ujian Nasional (UN) tahun 2020, serta persiapan pelaksanaan anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2020. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww. /

PR BOGOR - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) terus menyoroti kebijakan yang diaambil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim tentang Program Organisasi Penggerak (POP).

Dikutip Pikiranrakyat-bogor.com dari RRI, aggota Komisi X DPR RI, Ali Zamroni mengingatkan, agar Nadiem Makarim tidak bermain api dengan kebijakan yang cenderung 'bancakan' alias bagi-bagi dana hibah dari donasi APBN Rp20 miliar.

"Jangan sampai adanya titipan dan di tunggangi oleh kepentingan pribadi atau golongan," kata Ali di Jakarta, Senin 27 Juli 2020.

Baca Juga: DPR Tantang Nadiem Makarim Buka-bukaan Proyek POP, Sampoerna-Tanoto Foundation Terima Rp20 Miliar

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian meminta Nadiem Makarim buka-bukaan perihal mekanisme dan seleksi Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation, bisa mendapat Program Organisasi Penggerak (POP) dari Kemendikbud sebanyak Rp20 miliar.

"Selama ini organisasi-organisasi ini hanya diberitahu lolos atau tidak, tanpa diberitahu mengapanya, kurangnya dimana, dan sebagainya," kata Hetifah, di Jakarta.

Menurut Hetifah, jangan sampai organisasi islam seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tidak mendapatkan transparansi mengenai proses dan hasil seleksi program ini.

Baca Juga: Jenazah Reaktif Covid-19 Dimakamkan Menggunakan Daster, Begini Penjelasan Lurah Suka Maju di Medan

Karena rekam jejak dan peran tiga organisasi itu selama ini dalam pembangunan pendidikan Indonesia, tidak bisa dikesampingkan," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya di Pikiranrakyat-bogor.com, program Organisasi Penggerak (POP) yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) banyak menjadi sorotan.

Program dengan anggaran Rp657 miliar per tahun ini, dinilai banyak persoalan di dalamnya. Salah satu carut-marutya program ini karena banyak beberapa organisasi yang mundur, meninggalkan Kemendikbud.

Baca Juga: 70 Persen Rakyat Korea Utara Terciduk Tonton Serial Drakor Korsel, Kim Jong Un Beri Sanksi Berat

Muhammadiyah menilai, terdapat hal yang janggal dalam penetapan peserta POP ini, mereka memprotes terdapat dua perusahaan besar yang turut ikut menerima bantuan tersebut.

Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Kasiyarno menyebut, kriteria pemilihan organisasi masyarakat yang ditetapkan lolos evaluasi proposal sangat tidak jelas.

"Karena tidak membedakan antara lembaga CSR yang sepatutnya membantu dana pendidikan dengan organisasi masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah," kata dia.

Baca Juga: Negara Minta Bendera Merah Putih Dikibarkan Serentak Mulai 1 Agustus 2020 di Seluruh Pelosok Negeri

Senada, Lembaga Pendidikan Maarif NU memutuskan mundur dari program ini. Hal ini dikarenakan POP dinilai syarat kejanggalan dalam proses administrasinya.

Ketua Lembaga Pendidikan Maarif NU, Arifin Junaidi menilai, program ini dari awal sudah janggal. Dia mengaku, awalnya dimintai proposal dua hari sebelum penutupan.

"Kami nyatakan tidak bisa bikin proposal dengan berbagai macam syarat dalam waktu singkat, tapi kami diminta ajukan saja syarat-sayarat menyusul. Tanggal 5 Maret lewat website mereka dinyatakan proposal kami ditolak," katanya.

Baca Juga: Akhirnya Tepat di 1.339 Hari Kenalan, Anak Bos Taksi Indra Priawan Resmi Pinang Artis Nikita Willy

Tak berselang lama, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengikuti jejak Muhammadiyah dan LP Ma'arif Nahdlatul Ulama PBNU yang mengundurkan diri dari Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Sama seperti keluhan NU dan Muhammadiyah, salah satu alasan PGRI mundur dari program kementerian yang dipimpin Nadiem Makarim itu lantaran kriteria pemilihan dan penetapan peserta POP tidak jelas.

"PGRI memandang bahwa perlunya prioritas program yang sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja guru melalui penataan pengembangan dan mekanisme keprofesian guru berkelanjutan (Continuing Professional Development)," kata Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi di Jakarta.***

Editor: Amir Faisol

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x