"Maka yang terjadi akan ada diskriminasi penegakan hukum. Apalagi, ini sifatnya delik aduan. Ini masalahnya, kalau tangan negara ikut menengahi, tetapi menggunakan pendekatan hukum pidana. Padahal kita tahu, harusnya hukum pidana itu ultimum remedium, jadi jalan terakhir harusnya, kalau upaya-upaya yang lain tidak bisa dilakukan," tuturnya.
Dia mencontohkan, seperti upaya untuk mendamaikan konflik antar sesama warga negara. Kalau tidak bisa damai dan merasa dirugikan, maka silakan gugat secara perdata.
Baca Juga: Usai Tampil di Acara Kuis tvN, Penulis Webtoon 'True Beauty' Yaongyi Dikritik Habis oleh Netizen
Baca Juga: Lirik Lagu Jin BTS - Abyss, Lengkap Beserta Terjemahan Indonesia yang Wajib ARMY Ketahui
Baca Juga: Jin BTS Rilis Lagu 'Abyss' Sebelum Hari Ulang Tahun, Lalu Tulis Pesan Haru Spesial Khusus untuk ARMY
Jadi menurutnya, suatu konflik seharusnya tidak langsung menggunakan pendekatan hukum pidana.
"Sayangnya step-step seperti itu tidak ada, dan ada subjektifitas penegak hukum. Padahal kita tahu, hukum acara pidana mengatakan, alasan menangkap atau tidak menangkap itu karena takut menghilangkan barang bukti, takut melarikan diri, dan dikhawatirkan mengulangi perbuatannya," ungkapnya.
Refly Harun lantas menyimpulkan bahwa saat ini Indonesia masih bermasalah soal penegakan UU ITE.
Baca Juga: Update Harga Emas Hari Ini 4 Desember 2020: Antam Rp1.921.000 per Dua Gram di Pegadaian
Baca Juga: Ramalan Zodiak Capricorn, Aquarius Pisces 4 Desember 2020: Cek Soal Hati sampai Pekerjaan di Sini