PEMBRITA BOGOR - Laut Merah makin memanas usai kelompok politik dan militer, Houthi, menyerang sebuah kapal kargo milik Amerika Serikat (AS), Gibraltar Eagle yang berbendera Kepulauan Marshall pada Senin, 15 Januari 2024.
Melansir akun media sosial X, sebelumnya Twitter milik akun AFP, Selasa, 16 Januari 2024, Komando Pusat AS melaporkan, insiden ini tidak menimbulkan korban jiwa namun kapal mengalami kebakaran meski bisa diatasi. Awak kapal memutuskan, Gibraltar Eagel masih tetap layak berlayar.
Yemen's Huthi rebels hit a US-owned cargo vessel with a missile on Monday, the US military said, heightening fears for the volatile region after repeated attacks on shipping triggered American and British strikes https://t.co/eoFaHkeMoM pic.twitter.com/C2D6Cvl4ZN— AFP News Agency (@AFP) January 15, 2024
"Militan Houthi yang didukung Iran menembakkan rudal balistik anti-kapal dari wilayah Yaman yang dikuasai Houthi dan menyerang M/V Gibraltar Eagle," tulis Komando Pusat AS.
Juru bicara militer Houthi Yahya Saree sudah mengkonfirmasi pernyataan langsung" melakukan operasi militer yang menargetkan kapal Amerika" di Teluk Aden dengan menggunakan "sejumlah rudal angkatan laut yang sesuai".
Serangan ini meningkatkan kekhawatiran usai kelompok Houthi mengatakan, pada Jumat 12 Januari 2024, bahwa kepentingan AS dan Inggris adalah target yang sah. Houthi menyatakan, mereka akan terus mengincar kapal-kapal Israel ataupun kapal yang mengarahkan layar ke Palestina.
Peristiwa penyerangan kapal kargo di Teluk Aden, selatan Laut Merah, terjadi sehari setelah rudal jelajah Houthi yang menargetkan kapal perusak AS ditembak jatuh.
Sebelumnya diberitakan, Ketua Dewan Politik Tertinggi Houthi, Mahdi al-Mashat mengatakan "Serangan Zionis Amerika dan Inggris terhadap Yaman adalah brutal dan serangan kriminal yang tidak bisa dibenarkan, pelanggaran nyata atas semua hukum, dan mereka akan membayar mahal."
Al-Mashat menekankan komitmen Houthi untuk "Mencegah kapal-kapal Israel atau yang menuju Palestina yang diduduki terlepas dari agresi Zionis Amerika dan Inggris terhadap rakyat Yaman," demikian laporan kantor berita Yaman, Saba.