Cerita Warga Sipil Myanmar Berlatih Gunakan Senjata, dari Tak Tega Bunuh Hewan hingga Kini Siap Lawan Militer

- 16 Juni 2021, 12:41 WIB
Ilustrasi senapan angin: Cerita Andrew, warga sipil Myanmar yang berusaha melawan kudeta militer pemerintahan Aung San Suu Kyi yang terus membunuh warga sipil.
Ilustrasi senapan angin: Cerita Andrew, warga sipil Myanmar yang berusaha melawan kudeta militer pemerintahan Aung San Suu Kyi yang terus membunuh warga sipil. /PIXABAY/

PR BOGOR - Warga sipil Myanmar mulai berlatih untuk melakukan perlawanan terhadap aksi kudeta militer yang dimulai sejak 1 Februari 2021.

Pada awalnya, Andrew, warga sipil Myanmar, ikut bergabung dengan aksi demonstrasi damai untuk mendesak agar kembali ke pemerintahan sipil.

Namun, kurang dari dua bulan kemudian, pria 27 tahun asal Myanmar tersebut ikut berlatih untuk berperang melawan tentara.

Baca Juga: Lirik Lagu Pandora - Bambam, Romanization dan Terjemahan Bahasa Indonesia

Dia menggunakan senapan berburu di hutan negara bagian Kayah, tepat di perbatasan tenggara Myanmar dengan Thailand.

“Sebelum kudeta militer, saya bahkan tidak bisa membunuh seekor binatang,” kata Andrew, seperti dilansir bogor.pikiran-rakyat.com dari Aljazeera pada Rabu, 16 Juni 2021,

“Ketika saya melihat militer membunuh warga sipil, saya merasa sedih,” katanya.

Baca Juga: Pernikahan Lesti Kejora dan Rizky Billar Akan Diganggu oleh Mantan? Ini Kata Ahli Tarot Denny Darko

“Saya sampai pada pemikiran untuk berjuang demi rakyat melawan diktator militer yang jahat,” kata dia.

Andrew termasuk salah satu dari jutaan anak muda yang ikut bergabung mengangkat senjata untuk menjatuhkan militer yang sudah menewaskan lebih dari 860 orang.

Pihak pemerintah kudeta sendiri sudah melakukan penangkapan terhadap lebih dari 6.000 orang.

Baca Juga: 6 Manfaat Jahe untuk Kesehatan, dari Mengatasi Rasa Mual hingga Menurunkan Berat Badan

Mereka melakukan penyiksaan dan penghilangan paksa sejak merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilih, Aung San Suu Kyi.

Warga sipil yang menjadi pejuang itu dilatih oleh organisasi etnis bersenjata di perbatasan negara tersebut.

Etnis minoritas tersebut telah berperang selama beberapa dekade untuk mendapatkan kemerdekaan.

Baca Juga: Kapan Lesti Kejora dan Rizky Billar Menikah? Ahli Tarot Denny Darko Ramal Tanggal Pernikahan Leslar!

Banyak orang yang telah bergabung dengan pasukan sipil.

Mereka bermunculan dari kota-kota besar dan kecil sejak akhir bulan Maret.

Walaupun begitu, kelompok etnis minoritas yang sudah mengembangkan sumber daya dan kemampuan bertempur selama bertahun-tahun, hanya memiliki senapan berburu dan senjata rakitan.

Baca Juga: Sinopsis Buku Harian Seorang Istri 16 Juni 2021: Tak Terima Dianiaya Kevin, Dewa Siapkan Rencana Balas Dendam

Menghadapi pasukan militer yang sudah terlatih selama 70 tahun dan pasokan senjata yang didanai negara sebesar 2 miliar dolar, tentu saja bukan pertempuran yang seimbang.

Tapi mereka mengatakan bahwa mereka bersedia untuk menguji peluang yang ada.

Hal itu dikarenakan perlawanan bersenjata hanya satu-satunya pilihan yang tersisa untuk menjatuhkan rezim.

Baca Juga: Zaskia Adya Mecca Rela Lakukan Ini demi Lepas Rindu pada Anak-anaknya yang Positif Covid-19

"Kami telah melakukan protes besar-besaran dan meluncurkan gerakan pembangkangan sipil terhadap militer,” kata Neino, seorang mantan dosen.

“Kami berharap dapat memulihkan demokrasi sipil, tapi metode itu tidak berhasil," tutur Neino yang kini memimpin cabang politik perlawanan sipil.

"Kami telah melakukan semua yang kami bisa, dan mengangkat senjata adalah satu-satuya cara yang tersisa untuk memenangkan ini," kata dia.***

Editor: Fitri Nursaniyah

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x