Izin Cuti Melahirkan Ditolak, Seorang Dokter yang Hamil 8 Bulan Akhirnya Meninggal karena Covid-19

8 Juni 2020, 08:36 WIB
ILUSTRASI Wafa Boudissa, dokter yang hamil 8 bulan di Aljazair meninggal karena Covid-19.*/Eyeshield/ /

PR BOGOR - Tenaga medis menjadi garda terdepan dalam menanggulangi pandemi Covid-19 yang saat ini telah menjangkit 7,081,563 jiwa tersebar di seluruh dunia, hingga Minggu 7 Juni 2020 berdasarkan laporan Worldometer.

Perjuangan itu juga diperlihatkan seorang dokter yang sedang hamil 8 bulan di Aljazair, yang terus bekerja keras melawan Pandemi Covid-19 di negaranya.

Menurut data dari Universitas John Hopkins, hingga saat ini, Aljazair telah melaporkan 7.019 kasus virus corona, di antaranya 548 kematian.

Baca Juga: Walikota Washington Memilih 'Bertempur' dengan Gedung Putih, Muriel Bowser Menentang Donald Trump

Namun, nahas, seorang dokter Aljazair yang hamil 8 bulan yang ditolak untuk cuti melahirkan ini akhirnya meninggal dunia karena virus corona.

Akibatnya, direktur Rumah Sakit Ras El Oued, tempat dokter tersebut bekerja akhirnya diberhentikan oleh otoritas setempat.

Dikutip Pikiranrakyat-bogor.com dari Middle East Monitor, Senin 8 Juni 2020, dokter tersebut diketahui bernama Wafa Boudissa, berusia 28 tahun.

Baca Juga: Klaster Baru Ditemukan di Markas Polisi, 5 Anggota Dinyatakan Positif Terkonfirmasi Covid-19

Boudissa yang tengah hamil delapan bulan meninggal pada Jumat 5 Juni 2020 malam, waktu setempat.

Sebelumnya, Boudissa telah mengajukan cuti hamil sebanyak tiga kali, tetapi kepala rumah sakit menolak untuk membiarkannya cuti.

Rekan-rekan Boudissa menandatangani petisi, mendukung permintaannya untuk mengambil cuti hamil awal.

Baca Juga: Kabar Baik dari Pusat, Hari Ini Pasien Sembuh Corona Sentuh Angka 591 Orang

Pasalnya, Presiden Aljazair, Abdelmadjid Tebboune telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) yang menyatakan, wanita hamil dan ibu diizinkan untuk mengambil cuti luar biasa dari pekerjaannya di tengah pandemi Covid-19.

Menurut Algerie Focus , suami Boudissa telah memindahkan keluarga ke sebuah apartemen dekat rumah sakit pada awal Ramadhan, setelah direktur menolak cuti hamil awal istrinya.

Tidak hanya menolak permohonan cuti, Direktur rumah sakit juga menolak untuk mengenali kesulitan yang ditimbulkan akibat sulitnya transportasi dan pembatasan pergerakan aktivitas mayarakat di kota sebagai dampak dari kebijakan karantina.

Baca Juga: Lockdown di Malaysia Dibuka Pekan Depan, Tak Ada Lagi Larangan Perjalanan Domestik

bekerja di unit operasi Perawatan Intensif di Rumah Sakit Ras El Oued di Aljazair timur, tetapi pusat medis membantah dia merawat pasien Covid-19.

Menurut rumah sakit, semua pasien Covid-19 di provinsi tersebut dirawat di pusat kota lain.

Menteri Kesehatan Abderraham Benbouzid, memecat direktur rumah sakit setelah berita kematian Boudissa dilaporkan.

Baca Juga: Mal di Bogor Bersiap Normal, Bima Arya Minta Bukti Kesiapan Pengelola

Tayangan siaran televisi pemerintah dari menteri kesehatan mengatakan dia tidak bisa mengerti mengapa seorang wanita hamil dipaksa untuk bekerja, selama kunjungan ke keluarga almarhum dan rumah sakit untuk menyampaikan belasungkawa.

Sabtu 6 Juni 2020, Benbouzid memerintahkan penyelidikan atas kematian dokter itu, bahkan menugasi inspektur jenderal kementerian kesehatan untuk memimpin penyelidikan tersbeut, langkah yang belum pernah diambil sebelumnya.

Kasus ini memicu kemarahan, warga Aljazair naik menyerukan agar mereka, pihak-pihak yang terlibat atas insiden ini bertanggung jawab untuk masuk penjara. Kemarahan ini diunggah ke media sosial Twitter oleh Eyeshield di @eyeshield_kun.

Baca Juga: Terbukti Tiongkok Sembunyikan Virus Corona, Jauh Hari Sebelum Lapor ke WHO Ilmuan Diminta Bungkam

"Dia layak masuk penjara, itu jelas pembunuhan," tulis Eyeshield di akun twitternya yang diterjemahkan dari Bahasa Prancis.***

 

 

Editor: Amir Faisol

Sumber: Middle East Monitor

Tags

Terkini

Terpopuler