PR BOGOR - Yenny Wahid, putri Almarhum Abdurrahman Wahid alias Gusdur, mengunggah sebuah video melalui akun Instagramnya @yennywahid, pada Senin 26 Juli 2021.
Dalam video berdurasi satu menit itu, Yenny Wahid menyampaikan rekomendasi dari para kiyai terkait masalah aset Crypto.
Dikatakan Yenny Wahid, bahwa aset Crypto masuk kategori Sil'ah atau Komoditas, dan bukan Omplah atau Karensi.
Baca Juga: Lirik Lagu I'm Gonna Love You - D.O. ft. Wonstein, Romanization dan Terjemahan Bahasa Indonesia
"Bahkan bukan pula mata uang atau alat tukar. Kendati di negara lain bisa dijadikan mata uang," ujarnya.
Dia menambahkan, bahwa di Indonesia, Crypto hanya bisa dipakai setelah ditukar dengan mata uang rupiah.
Selain itu, di akun Instagramnya, ia juga menuliskan, tentang hukum halal atau haram sebuah benda seperti Crypto.
Karena lanjutnya, salah satu hal yang banyak menjadi perhatian umat islam dalam berinvestasi adalah kepastian hukum tersebut.
"Sebuah fenomena ekonomi yang menari banyak perhatian publik sejak satu dekade terakhir," kata dia.
Menurut Yenny Wahid, hal ini penting dalam akad investasi. Sebagai negara dengan umat islam terbesar di dunia, Indonesia ternyata juga mengalami demam Crypto.
Baca Juga: Lirik Lagu My Love - D.O. EXO Beserta Romanization dan Terjemahan Bahasa Indonesia
Lalu, bagaimana hukum Crypto dalam pandangan Islam? Apakah kita boleh membeli aset-aset crypto? Apa saja yang perlu diperhatikan? ungkap Yenny Wahid.
"Dalam video ini saya memberikan ulasan singkat tentang apa sikap para ulama terkait Crypto," ucapnya.
Selanjutnya Yenni Wahid menyampaikan bahwa, para kiai Indonesia mengimbau agar masyarakat yang tidak memahami Crypto aset untuk tidak bertransaksi.
"Kiyai mengimbau, jika masyarakat tak memahami, sebaiknya jangan bertransaksi aset Crypto, atau menjauhi aset ini," ujar Yenny Wahid.
Karena memang aset Crypto sifatnya sangat fluktuatif dan dinamis. Dikhawatirkan, akan tercipta kerugian yang apabila tidak memahaminya.
"Jadi buat kalian yang ingin bertransaksi Crypto, harus pahami betul tentang aset Crypto serta resiko fluktuasi perdagangannya," kata Yenny Wahid.***