Soal Munculnya RUU Minuman Beralkohol, Indonesia Dinilai Kekanak-kanakan, PGI: Kapan Kita Dewasa?

- 13 November 2020, 14:44 WIB
Ilustrasi minuman keras.
Ilustrasi minuman keras. /*/Pixabay/Vinotecarium/

PR BOGOR - Keberadaan Rancangan Undang-Undang minuman beralkohol di Indonesia dinilai hanya sebagai sikap yang kekanak-kanakan.

Ketua Umum (Ketum) Persekutuan Gereja-Gereja di Indonnesia (PGI) Gomar Gultom jutsru menilai dengan adanya RUU Minuman beralkohol itu Indonesia tidak akan menjadi negara yang 'dewasa'.

Padahal negara-negara Araba, seperti Uni Emirat Arab mulai membebaskan keberadaan minuman beralkohol untuk kemudian dikonsumsi masyarakat.

Baca Juga: Neymar Tuntut Barcelona Sebesar Rp 738 Miliar, Singgung Bonus Tahun 2017 Lalu

Baca Juga: Juventus Rugi Buntut Covid-19 hingga Mau Lepas Cristiano Ronaldo, Sayangnya MU Bakal Tersaingi PSG

Baca Juga: Sempat Dipadati Massa Penyambut Habib Rizieq, Begini Kondisi Terkini Kawasan Simpang Gadog Puncak

Makanya, ini sangat bertolak belakang dengan apa yang ada di Indonesia dengan melarang minuman beralkohol melalui penerbitan UU Minuman Beralkohol tersebut.

"Saya melihat pendekatan dalam RUU LMB (RUU Minol) ini sangat infantil, apa-apa dan sedikit-sedikit dilarang. Kapan kita mau dewasa dan bertanggung-jawab?" kata Gultom, sebagaimana dilansir Pikiranrakyat-bogor.com dari RRI, Jumat, 13 November 2020.

Gultom menyebut, kini yang perlu dilakukan adalah bagaimana otoritas bisa mengendalikan, mengatur, dan mengawai keberadaan minuman beralkohol di masyarakat.

Diperkuat juga dengan penegakan hukum yang konsisten. Pasalnya, minuman beralkohol sudah diatur dalam KUHP (pasal 300 dan 492) dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 25/2019.

Baca Juga: Harga Paket Tiket Konser Offline BTS Akhir Tahun Ini, Paling Murah Rp1.945.494, ARMY Sudah Mesen?

Baca Juga: Pelaku Buang Bayi di Selokan Sempat Tertangkap CCTV, Polisi Ungkap Kronologisnya

Baca Juga: Waspada! Gunung Merapi Alami Gempa Guguran 19 Kali, Aktivitas Pendakian dan Pertambangan Dihentikan

"Yang dibutuhkan adalah konsistensi dan ketegasan aparat dalam pelaksanaannya," ujarnya.

Menyikapi adanya RUU itu, Gultom menilai tidak semua aspek bisa diselesaikan dengan undang-undang.

Apalagi, ada saja adat istiadat di masyarakat yang memang membutuhkan alkohol untuk dijadikan salah satu sajiannya.

"Janganlah sedikit-sedikit kita selalu hendak berlindung di bawah undang-undang dan otoritas negara, dan dengan itu jadi abai terhadap tugas pembinaan umat," sesalnya.

Alih-alih membahas RUU minuman beralkohol, menurutnya ada RUU lain yang keberadaannya lebih mendesak, misalnya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.

Baca Juga: Manchester United Kirim Surat Penawaran ke Cristiano Ronaldo, Juventus Tinggal Tunggu Keputusan CR7

Baca Juga: Ke Boy William, Puan Maharani Klarifikasi Matikan Mikrofon di Sidang UU Cipta Kerja: Ngomong Terus

Baca Juga: 3 Puisi Religi Terkenal Karya Norman Adi Satria, Cocok Dibaca di Hari Jumat

"Begitu banyak desakan dari masyarakat yang meminta agar DPR memprioritaskan pembahasan RUU PKS dan RUU PPRT, malah diabaikan," katanya.

"Padahal RUU ini sangat mendesak karena menyangkut masalah-masalah struktural yang sulit diselesaikan tanpa kehadiran sebuah regulasi yang berwibawa," ungkap dia.

Diketahui, sekira 21 Anggota DPR dari Fraksi PPP, PKS, dan Partai Gerindra mengusulkan RUU Minuman Beralkohol.

Bila saja disahkan menjadi undang-undang maka akan ada sanksi pidana yang mengikat bagi bagi penjual, penyimpan dan konsumen minuman keras.***

Editor: Amir Faisol

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x