"Pencopotan semata tentu tidak cukup, harus diikuti dengan proses pidana," katanya.
"Semoga ini menjadi pelajaran agar jangan lagi ada oknum di lembaga penegak hukum di Indonesia yang merasa bisa bermain-main karena negara tidak akan berkompromi soal ini," kata dia.
Baca Juga: Kemerdekaan RI di Tengah Pagebluk, Merah Putih Mesti Bekibar, Sekali Merdeka Tetaplah Merdeka
Yasonna menambahkan, sebagai sistem pendukung dalam penegakan hukum, Kementrian Hukum dan HAM lewat Ditjen Imigrasi mengeluarkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) bagi Djoko Tjandra.
Surat itu berfungsi agar bisa dibawa dari Malaysia ke Indonesia. SPLP dikeluarkan sekaligus dicabut Kamis 30 Juli 2020.
Diketahui, Djoko Tjandra, buron BLBI yang juga terpidana kasus cessie Bank Bali sebesar Rp546 miliar masuk dalam daftar buronan interpol sejak 2009. Warga Indonesia itu resmi jadi warga Papua Nugini sejak Juni 2012.
Baca Juga: Anti Klimaks Misteri Temuan Jasad Editor Metro TV, Polri dan Teori-teori Kematian Yodi Prabowo
Sejak 2009, dia meninggalkan Indonesia. Saat itu sehari sebelum Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan keputusan atas perkaranya, Djoko terbang ke PNG dengan pesawat carteran.
Di sana Djoko mengubah indentitasnya dengan nama Joe Chan dan memilih berganti kewarganegaraan menjadi penduduk PNG. Dalam kasusnya, Djoko oleh MA diputus bersalah dan harus dipenjara 2 tahun.