Suara Buruh Perempuan: Mulai dari Tolak Perppu Cipta Kerja hingga Protes Kenaikan Iuran BPJS

8 Maret 2023, 15:11 WIB
Perwakilan FSPMI asal Bekasi, Surmi (di atas mobil komando) sedang berorasi menyuarakan penolakan Perppu Cipta Kerja dalam aksi buruh sambut Hari Perempuan Sedunia, 8 Maret 2023. /Muhammad Rizky Suryana/Pembrita Bogor

PEMBRITABOGOR.COM, Pikiran Rakyat - Memperingati Hari Perempuan Sedunia, para buruh berkumpul di depan Gedung DPR RI, Rabu, 8 Maret 2023. Banyak tuntutan yang dibawa oleh massa aksi tersebut.

Di antaranya tuntutan soal penolakan Perppu Cipta Kerja yang telah disetujui oleh DPR RI pada 30 Desember 2022. Namun, massa aksi yang terdiri dari 11 serikat buruh menolak peraturan tersebut.

Serikat buruh yang ikut serta di antaranya FSPMI, KSPI, KPBI, Jala PRT, SPI, JRMK, dan lainnya yang terkoordinasi oleh Partai Buruh. Deputi Bidang Perempuan Partai Buruh Jumisih berkata ada 1.000 buruh yang ikut serta dalam aksi ini.

Baca Juga: Ida Fauziyah Beri Penjelasan Terkait Pencairan BLT Subsidi Gaji Rp1 Juta bagi Pekerja atau Buruh

Melansir informasi dari mkri.id, sebanyak 13 serikat buruh menolak Perppu Cipta Kerja karena dianggap cacat hukum. Mereka menilai Perppu tersebut tidak mengakomodasi kepentingan kaum buruh.

Salah satu isi dari Perppu Cipta Kerja yang digugat oleh buruh adalah perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Dalam pasal 59, PKWT hanya mengatur pekerjaan yang sifatnya selesai dalam jangka waktu tertentu.

Hal ini dikeluhkan oleh Surmi, anggota FSPMI. Buruh pabrik printer PT Patco Bekasi ini berujar Perppu ini memberatkan rekannya yang berstatus pekerja kontrak dan diatur PKWT.

Baca Juga: Pekerja Rumah Tangga Demo Lagi, Tuntut RUU PPRT Segera Disahkan

"Saya menolak sistem outsourcing yang diatur di Perppu Cipta Kerja ini. Karena banyak rekan saya yang masih muda di perusahaan tidak pernah dijadikan karyawan tetap," jelasnya.

Permagangan untuk pekerja lulus SMA juga ditolak oleh Surmi. Menurutnya, gaji mereka tidak pernah ditaruh di angka sesuai Upah Minimum Kerja di lokasi perusahaannya.

"Mereka lulus SMA dilatih, dijadikan karyawan magang, namun tidak pernah ditaruh gaji mereka sesuai UMK. Perusahaan menerapkan gaji mereka di bawah UMK. Padahal kerja karyawan tetap dan mereka juga sama porsinya," ujar Surmi.

Surmi menambahkan permagangan tidak diatur dalam UU Ketenagakerjaan no 12 tahun 2003. Namun, banyak perusahaan yang 'bandel' dengan buat sendiri aturan yang memberatkan pekerja magang.

Baca Juga: Petani Ranca Upas Marah, Budidaya Bunga Edelweis Miliknya Hancur Dilindas Rombongan Motor Trail

Jumisih membenarkan pendapat Surmi. Menurutnya, Perppu Cipta Kerja ini buat perlindungan buruh jadi tidak jelas lewat fenomena pekerja kontrak dan magang yang masif di perusahaan.

"Peraturan ini menguatkan informalisasi pekerja. Kita dipaksa jadi tenaga kerja informal yang tidak ada kepastian hukumnya," ucap Jumisih.

Deputi Bidang Perempuan Partai Buruh, Jumisih saat ditemui oleh Tim Pembrita Bogor dalam aksi buruh sambut Hari Perempuan Sedunia pada 8 Maret 2023. Pembrita Bogor

Buruh menolak kenaikan iuran BPJS

Selain aturan pekerja kontrak dan magang di Perppu Cipta Kerja, Surmi menambahkan rencana kenaikan iuran BPJS di tahun ini juga ditolak oleh buruh.

Baca Juga: Rencana Rekayasa Lalu Lintas Revitalisasi Jembatan Otista, Warga Bogor Wajib Cek!

Ia berkata iuran BPJS buruh pabrik akan dinaikkan statusnya menjadi Kelas I. Sebelumnya, buruh membayar BPJS Kelas III sebesar Rp 35.000.

"Ada peraturan Kemenkes nomor 3 tentang kenaikan iuran BPJS. Kalau kita di-PHK bisa suruh bayar Kelas I yang akan naik Rp 200.000. Ini agak beratin bagi kita kalo diputus kontraknya," jelas Surmi yang telah bekerja di PT Patco sejak 1993 ini.

Senada dengan Surmi, Deputi Bidang Perempuan Partai Buruh Jumisih juga berujar soal BPJS. Meski telah dibayar perusahaan, namun pelayanan yang ditanggung BPJS seringkali tak maksimal.

Baca Juga: Viral Balita Obesitas di Bekasi, Menkes Budi Minta Kenzi Dirawat Pakai BPJS

"Sebetulnya terkait dengan kondisi buruh, terkait juga kondisi kesehatan. Secara kesehatan buruh tidak dapat mengakses kesehatannya dengan baik," jelasnya.

Menurutnya, buruh perempuan tidak diberi pelayanan maksimal oleh BPJS. Ia menceritakan dirinya sendiri yang saat dapat Kelas I, prosedurnya dibuat sangat rumit.

"Saya waktu itu kena tumor tiroid dan dapat BPJS. Tapi saya merasakan baru dapat operasi setelah bolak-balik 20 kali ke rumah sakit. Itu baru Kelas I, belum buruh yang dapat Kelas III. Makanya banyak buruh perempuan yang malas berobat karena prosedurnya rumit," ucap Jumisih.

Baca Juga: RUU PRT Tak Kunjung Disahkan, Para Pekerja Rumah Tangga Gelar Aksi di Depan Gedung DPR

Jumisih berkata harusnya buruh mendapat pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai dengan risiko profesinya. Perppu Cipta Kerja dinilai membuat perlindungan buruh lewat BPJS jadi tidak jelas.

"DPR membahas RUU Kesehatan ini pakai perspektif mereka. Kita sebagai buruh gak pernah dilibatkan Termasuk soal jaminan kesehatan,"

"BPJS ini harusnya diatur secara independen karena dananya dari iuran buruh dan pengusaha. Harusnya pemerintah tidak ikut campur terlalu dalam soal jaminan ini," pungkasnya.

Baca Juga: MPL ID S11: Kenangan Alberttt Jalani Debut Resmi di RRQ Hoshi Season 6

Dapatkan update berita pilihan tentang Bogor, Jawa Barat, nasional, dan breaking news setiap hari dari https://bogor.pikiran-rakyat.com. Caranya klik link https://gnews/prbogor kemudian klik tombol ikuti. Setelahnya, Anda bisa mengetahui informasi terbaru.***

Editor: Muhammad Rizky Suryana

Tags

Terkini

Terpopuler