Israel Bersikeras Caplok Tepi Barat Palestina, Indonesia Jadi Garda Terdepan Menolak Tegas Sikap Itu

27 Juli 2020, 05:25 WIB
Pemukiman Israel di kawasan West Bank Palestina.* /Reuters

PR BOGOR - Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Lestari Priansari Marsudi mengatakan, dalam konflik Israel dan Palestina, Indonesia menjadi negara yang paling pertama menolak pencplokan tepi barat di kawasan Palestina.

Indonesia menjadi negara terdepan yang bereaksi ketika Israel berencana untuk mencaplok Tepi Barat belum lama ini.

Langkah nyata Indonesia dalam memberikan dukungan kepada Palestina adalah dengan langsung menghubungi sejumlah negara kunci di PBB.

Baca Juga: Kala Aktor Parasite Ditagih Milyuner V BTS Kotak Kimchi Milik Ibunya, Choi Woo Shik hanya Tertawa

“Saya sendiri langsung mengirim surat kepada 40 negara kunci, yaitu negara anggota dewan keamanan PBB, Sekjen PBB, Presiden sidang umum PBB, Ketua kelompok G77, Presiden Gerakan Non Blok, dan Sekjen Liga Arab,” kata Retno dalam webinar Internasional “Stop Israel’s Imperialism” yang diadakan Majelis Ulama Indonesia belum lama ini, sebagaiman diberitakan di Pikiran-Rakyat.com.

Sejalan denga Menlu Retno, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof. Azyumardi Azra mengungkapkan, Indonesia selalu menjadi negara terdepan yang mendukung Palestina.

Indonesia sejak masa kemerdekaan pada tahun 1945 sampai pada perang terakhir pada tahun 2006, selalu berkomitmen mendukung Palestina.

Baca Juga: Rumor Has It: Menyusul Tokopedia, BTS Juga Menjadi Brand Ambassador Indomilk 29 Juli Nanti

Itu tergambar dari kebijakan pemerintah Indonesia yang tidak pernah memiliki Kedutaan Besar maupun Kantor Dagang dan Ekonomi di Israel.

Artikel ini telah tayang di Pikiran-Rakyat.com dengan judul 'Jadi yang Terdepan Bela Palestina, MUI Sebut Perbedaan Indonesia dengan Negara Timur Tengah'.

“Ini tentu saja berbeda dengan beberapa negara Arab atau Timur Tengah yang memiliki hubungan diplomatik dan hubungan dagang dengan Israel, yang membuat persoalan Palestina tidak bisa diselesaikan dengan baik,' ungkap dia.

"Palestina tidak bisa memperbaiki nasibnya sebagai bangsa merdeka sebagaimana yang kita inginkan,” katanya.

Baca Juga: Presiden Jokowi Panggil 6 Menteri, Sri Mulyani: Diminta Pangkas Anggaran di Kementerian Mereka

Mengenai solusi yang bisa diambil, menurut dia kemungkinan yang bisa diambil adalah dengan saling mengakui.

Baik Palestina maupun Israel sama-sama saling mengakui daripada saling menghabiskan satu sama lain.

“Indonesia, seperti sudah disampaikan Menlu, mendukung pemecahan dua negara. Jadi saling mengakui, Israel harus mengakui Palestina dan Palestina juga harus mengakui Israel," tutur dia.

Baca Juga: Viral Seorang Pria Keji Menginjak-injak Kucing Hamil Tua hingga Tewas, Pelaku Orang Tak Dikenal

"Tidak bisa saling menghabiskan, itu sudah tidak mungkin,” katanya.

Azyumardi tidak bisa memungkiri bahwa rencana aneksasi oleh Israel saat ini secara formal berhenti. Namun dia menegaskan rencana tersebut tidak akan berhenti begitu saja.

Kondisi Palestina yang seperti itu, kata dia, meminjam perkataan Yasser Arafat, bukan hanya mengalami penderitaan karena Israel, tetapi Palestina ditinggalkan, tidak dibantu secara serius oleh negara-negara Arab.

Baca Juga: Sikap Pemimpin Kata Ahok? Berani Pasang Badang Bagi Orang Banyak, Integritas, dan Jujur

“Walaupun dikatakan saat ini aneksasi formalnya berhenti, bukan berarti itu akan stop sama sekali karena juga politik dalam negeri di Israel sendiri kadang-kadang mendorong perdana Menteri termasuk Benjamin Netanyahu saling menghabiskan itu sudah tidak mungkin,” katanya.

“Mereka punya kepentingan sendiri-sendiri dalam politik Timur Tengah, termasuk di dalam politik penyelesaian konflik di antara Israel dan Palestina,” ujarnya mengutip perkataan tokoh Palestina itu.

Selama negara-negara arab masih terpecah belah, negara-negara Timur Tengah, termasuk Turki akan ikut serta meredam konfik Isreal dan Palestina.

Baca Juga: Hendak ke Filipina Lewati Laut Indonesia, 1 WNA Tenggelam Usai Kapalnya Dihantam Ombak Besar

Presiden Tayyip Erdogan bahkan memberikan sinyal kuat, saat mengatakan, setelah Turki menjadikan Gereja Aya Sofia sebagai Masjid, maka pihaknya akan membebaskan Al-Quds.

"Ini kan retorika yang tidak membantu tercapainya pedamaian di Palestina,” imbuhnya.

Selain perlunya persatuan Hamaz-Fattah maupun negara-negara arab, dia melihat, perlu juga persatuan pendapat untuk menerima solusi dua negara/two states solutions.***(Abdul Muhaemin/PR)

Editor: Amir Faisol

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler