Bima Arya Khawatir Kuliner Legendaris Bogor Punah

- 25 November 2019, 09:49 WIB
SEJUMLAH warga mengantre menukarkan kupon dengan makanan dan minuman saat Festival Kuliner Legendaris Bogor 2019 di Lapangan IPB Baranangsiang, Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu, 23 November 2019. Festival yang menyajikan aneka makanan dan minuman legendaris Bogor seperti toge goreng, laksa, doclang, soto kuning, asinan, es doger, bir kocok dan es cincau tersebut bertujuan untuk mengenalkan sekaligus melestarikan kuliner khas Bogor dan pangan lokal kepada generasi muda.*/ANTARA
SEJUMLAH warga mengantre menukarkan kupon dengan makanan dan minuman saat Festival Kuliner Legendaris Bogor 2019 di Lapangan IPB Baranangsiang, Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu, 23 November 2019. Festival yang menyajikan aneka makanan dan minuman legendaris Bogor seperti toge goreng, laksa, doclang, soto kuning, asinan, es doger, bir kocok dan es cincau tersebut bertujuan untuk mengenalkan sekaligus melestarikan kuliner khas Bogor dan pangan lokal kepada generasi muda.*/ANTARA /

BOGOR, (PR).- Wali Kota Bogor Bima Arya mengaku khawatir semakin terkikisnya eksistensi makanan tradisional seperti doclang dan toge goreng. Kudapan tradisional tersebut saat ini mulai tersingkirkan dengan makanan cepat saji seperti burger hingga makanan asal Korea Selatan yang tengah digandrungi oleh generasi masa kini.

Padahal Bima menilai makanan tradisional yang merupakan warisan leluhur tersebut tidak kalah enak dan menarik dibandingkan makanan-makanan modern. 

“Saya suka sedih sekarang makanan di kantin adanya burger, makanan korea. Kami perlu mengenalkan lebih jauh kuliner legendaris Bogor ini ke generasi sekarang," kata Bima saat membuka sambutan dalam Festival Kuliner Legendaris Bogor di Lapangan Baranangsiang Institut Pertanian Bogor, Sabtu, 23 November 2019.

Baca Juga: Kenapa Bogor Dijuluki Kota Hujan? Ini Penjelasannya

Bima mengharapkan agar semua pihak bisa mengenalkan makanan tradisional khas Bogor ke generasi-generasi sekarang. Hal ini guna menjaga warisan leluhur agar tidak punah dikemudian hari.

"Bir kocong, doclang, dan toge goreng enggak kalah kok dengan kuliner kekinian.  Jangan sampai  makanan warisan leluhur kita punah pada waktunya jika tidak dilestarikan,” tuturnya.

Bima menceritakan, dahulu ia pertama kali mengenal  toge goreng pada masa SMP.  Pada saat itu kantin di samping sekolahnya menjajakan kuliner legendaris Bogor seperti toge goreng, laksa, es pala dan makanan lainnya.

Baca Juga: 2020 Industri Telekomunikasi Menyongsong Era Customer Centric

Kondisi tersebut rupanya berbanding terbalik dengan sekarang. Saat ini, bisa hampir dipastikan kantin di sekolah tak lagi menjajakan makanan khas Bogor. Kantin banyak diisi makanan kekinian yang mungkin lebih digandrungi generasi masa kini.

“Saya mengenal toge goreng ya di sekolah, sementara anak-anak sekarang?  Berapa  banyak yang jajan toge goreng, seberapa popular doclang dibandingkan seblak atau makanan kekinian seperti makanan korea dan lain-lain. Kalau kita survey tentu jawabannya mengagetkan,” tutur Bima.

Bima pun berharap, kantin sekolah bisa menjual kuliner legendaris yang rasanya tak kalah enak dengan jajanan kekinian. Dia meyakini, anak-anak zaman kini lambat laun akan menggemari jika terbiasa disuguhi toge goreng, es pala, laksa, dan sejenisnya.

Menjaga Warisan Leluhur

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kota Bogor Gozali mengatakan, dalam menjaga warisan leluhur khususnya kuliner legendaris, Pemerintah Kota Bogor menggelar festival kuliner legendaris.

Festival dengan menjajakan makanan legendaris khas Gang Selot seperti toge goreng, soto bogor, es pala, es cincau, es doger, laksa, dan makanan lainnya  diharapkan dapat menjadi ajang untuk mengenalkan makanan tersebut kepada generasi muda zaman kini.

“Harus kita sadari bahwa makanan-makanan legendaris ini mulai kalah pamor dengan makanan kekinian seperti donat-donat  atau burger ya. Coba anak sekarang mau enggak jajan kue ali, dodongkal? Pasti pilihnya donat. Kami ingin melalui even ini orang tua mengajak anaknya untuk menjajal kuliner-kuliner khas Bogor yang rasanya juga enggak kalah enak,” kata Gozali.

Baca Juga: Dari Zaman Belanda, Bogor Sering Dijadikan Tempat Melepas Kesumpekan

Tak hanya soal kuliner legendaris, berbagai even kompetisi berupa pengolahan  bahan pangan singkong juga dilakukan.

Hal tersebut bagian dari upaya mengajak masyarakat untuk mengganti kebutuhan karbohidrat utama beras menjadi singkong.

“Tanpa kita sadari singkong itu sebenarnya bahan pangan yang oke banget, semua bahan singkong ada di kita. Bukan karena kebunnya yang luas ya, tetapi pangsa pasarnya ada. Kita ingin ada pangan alternatif selain beras dan terigu, sehingga kita bisa mengurangi beban impor beras, dan juga terigu,” kata Gozali.

Festival kuliner legendaris di Lapangan Baranangsiang sendiri berlangsung selama dua hari, 23-24 November 2019.

Pada hari pertama, pengunjung bisa  menikmati  jajan kuliner khas Bogor seperti doclang, toge goreng, soto Bogor, mi kocok,  es bajigur, es pala, dan es cincau. Sementara hari kedua, pengunjung bisa mengicipi asinan jagung bakar, dan kuliner lainnya.

“Makanan ini enggak gratis, tetapi kami beri subdisi. Jika biasanya harga Rp 20 ribu, di sini bisa Rp 10 ribu. Pengunjung tinggal beli kupon ke panitia, acaranya berlangsung dari jam 8 sampai jam 5 sore,” ucap Gozali.***

 

 

Editor: Abdul Muhaemin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x