Kata Politisi Najwa Shihab Dirasuki Politik Soal Menkes Terawan, Ini Jawaban Tuan Rumah Mata Najwa

- 1 Oktober 2020, 06:31 WIB
Najwa Shihab wawancarai kursi kosong di program Mata Najwa.*
Najwa Shihab wawancarai kursi kosong di program Mata Najwa.* /

PR BOGOR - Aksi monolog tuan rumah Mata Najwa, Najwa Shihab terhadap bangku kosong yang disediakan khusus Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto masih menjadi sorotan publik.

Terlebih, Menkes Terawan Agus Putranto juga memastikan tidak hadir dalam tayangan Mata Najwa yang dijadwalkan dua hari kemudian, Rabu 30 September 2020.

Politisi Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean melalui akun twitternya, @FerdinandHaean3 menyebut, sikap Najwa Shihab tidak patut lantaran tidak menghargai privasi seseorang bahkan seorang menteri.

Baca Juga: Indonesia Dilanda Ribuan Bencana hingga September, Kata BNPB Potensi Ancaman Ada Sampai Akhir Tahun

Najwa Shihab seharusnya tidak perlu melakukan aksi monolog itu, menyampaikan pertanyaan yang diutarakan kepada bangku kosong.

Dia juga menilai, ketidakpantasan aksi Najwa Shihab itu buah dari sikap politik yang sudah merenggut sisi jurnalisme seorang Najwa Shihab.

"Inilah ketika politik merasuki jurnalisme, hasrat menjadi pembunuh terhadap rasa menghargai hak orang lain. Saya pikir ini tak patut dan menyerang Terawan, meski ini juga hak Jurnalisme mengemas sesuatu untuk dijual ke publik," tulis Ferdinand Hutahaean.

Baca Juga: Kemarin Ramai G30S PKI, Ridwan Kamil Imbau Warganya Peringati 1 Oktober, Hari Kesaktian Pancasila

Najwa Shihab bersamaan dengan jadwal tayang Mata Najwa yang mengambil tema #MataNajwaMenantiTerawan mengunggah pernyataan tentang alasannya melakukan aksi monolog itu.

Dalam pandangannya, alasan pertama yang ingin disampaikan kepada publik menyoali undangan terhadap Menkes Terawan, yakni pejabat dirasa perlu untuk menjelaskan kebijakan yang berdampak langsung ke publik, utamanya dalam situasi pandemi seperti sekarang.

Meminta otoritas untuk menjelaskan kondisi terkini mengenai pandemi Covid-19 merupakan hal yang wajar dan normal di alam demokrasi, utamanya di negara yang menjunjung nilai-nilai transparansi.

Baca Juga: Lucinta Luna Didakwa 1 Tahun 6 Bulan Penjara, Si Muhammad Fatah Ini Juga Didenda Sebesar Rp10 Juta

"Mengundang dan/atau meminta pejabat untuk menjelaskan kebijakan yang diambilnya adalah tindakan normal di alam demokrasi," tulis Najwa Shihab dalam unggahannya, sebagaimana dilansir Pikiranrakyat-bogor.com, di instagram pribadinya, @najwashihab.

Najwa Shihab menekankan, bila saja sebagian publik mengaitkan sikap itu terlalu politis, maka ada tiga alasan yang perlu digaris bawahi.

Pertama, dikatakannya, jika 'politik' itu diterjemahkan sebagai adanya motif dalam tindakan, maka undangannya terhadap Menkes Terawan memang politis.

Baca Juga: Hari G30S PKI, Gubernur Ridwan Kamil Imbau Warga Jabar Ramai-ramai Kibarkan Bendera Setengah Tiang

Namun, dia menekankan, tak selalu yang politik itu terkait dengan partai atau distribusi kekuasaan dalam tindakan politik praktis.

"Politik juga berkait dengan bagaimana kekuasaan berdampak kepada publik. Kami tentu punya posisi berbeda dengan partai karena fungsi media salah satunya mengawal agar proses politik berpihak kepada kepentingan publik," ungkapanya.

Poin kedua, menurut Najwa Shihab setiap pengambilan kebijakan diasumsikan adalah solusi atas problem kepublikan.

Baca Juga: Jarang Muncul hingga Dicari Najwa Shihab, Menkes Terawan Jelas Gaya Bahasanya Mesti Diperbaiki

Siapa pun bisa mengusulkan solusi, namun agar bisa berdampak ia mesti diambil sebagai kebijakan oleh pejabat yang berwenang, dan mereka pula yang punya kekuasaan mengeksekusinya.

"Menteri adalah eksekutif tertinggi setelah presiden, dialah yang menentukan solusi mana yang diambil sekaligus ia pula yang mengeksekusinya," imbuhnya.

Selanjutnya, kata dia, di saat pandemi seperti sekrang tidak ada yang lebih otoritatif selain menteri untuk membahasasakan kebijakan-kebijakan itu kepada publik, termasuk soal penanganannya.

Baca Juga: KAMI Ditolak Keras di Surabaya, Kata Ahli Hukum Refly Harun Negara Takut Elektabilitas Tokohnya Naik

Dalam pandangan Najwa Shihab, selama ini, penanganan pandemi terkesan terfragmentasi, tersebar ke berbagai institusi yang bersifat ad-hoc, sehingga informasinya terasa centang perenang.

"Kami menyediakan ruang untuk membahasakan kebijakan penanganan pandemi ini agar bisa disampaikan dengan padu. Bedanya, media memang bukan tempat sosialisasi yang bersifat satu arah, melainkan mendiskusikannya secara terbuka," tutur perempuan yang bias dipanggil Nana ini.

Yang terakhir, dikatakan Najwa Shihab, memang warga negara wajib patuh kepada hukum, tapi warga negara juga punya hak untuk mengetahui apa yang sudah, sedang dan akan dilakukan oleh negara.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 

#CatatanNajwa Di Indonesia, treatment menghadirkan bangku kosong ini mungkin baru sehingga terasa mengejutkan. Namun, sejujurnya, ini bukan ide yang baru2 amat. Di negara dgn tradisi demokrasi dan debat yang lebih panjang dan kuat, misalnya Inggris atau Amerika, menghadirkan bangku kosong yang mestinya diisi pejabat publik sudah biasa. Treatment ini juga berbeda dengan format wawancara imajiner. Pertama, pada dasarnya saya tidak sedang melakukan wawancara, saya hanya sedang mengajukan pertanyaan. Pertanyaan, kan, tidak harus diajukan secara tatap muka. Bisa dilakukan secara jarak jauh dengan perantara macam-macam medium. Kedua, ini juga tidak imajiner karena (a) pertanyaan yang saya ajukan memang bukan imajiner dan saya juga tidak mengarang atau membuatkan jawaban2 fiktif seolah-olah saya sudah berdialog dengan Pak Terawan; (b) Pak Terawan juga sosok yang eksis dan hidup, sehingga Pak Terawan bisa menjawabnya kapan saja, bahkan sejujurnya boleh menjawabnya di mana saja. Sebagai pengampu Mata Najwa, tentu saya berharap ia bersedia hadir di program saya. Namun, sebagai bagian dari komunitas pers lebih luas dan juga seorang warga negara, saya sudah cukup senang jika Pak Menteri menjawab kegelisahan publik walau itu tidak dilakukan di #MataNajwa. Sebab kerja-kerja mengawasi proses politik dan pengambilan kebijakan adalah tugas bersama, dan saya percaya @Narasi.tv tidak sendirian melakukannya. Saya memikirkan dengan cukup masak saat menghadirkan bangku kosong ini, termasuk risiko dituduh melakukan persekusi atau bullying. Saya berkeyakinan, elite pejabat, apalagi eksekutif tertinggi setelah presiden, bukanlah pihak yang less power -- aspek penting yang menjadi prasyarat sebuah tindakan bisa disebut persekusi atau bullying. Sulit menganggap pejabat elite adalah pihak yang lemah. Saya tidak cemas dengan Pak Terawan, karena seorang yang menjadi menteri pastilah sosok mumpuni dan berpengalaman. Yang kita cemaskan adalah perkembangan pandemi ini. Dan karena itulah Pak Terawan menjadi penting karena, betapa pun banyaknya tim ad-hoc yang dibentuk, urusan kesehatan tetaplah pengampunya adalah Menteri Kesehatan. #MataNajwaMenantiTerawan

A post shared by Najwa Shihab (@najwashihab) on

 

Baca Juga: Malam Ini Jadwal Tayang Mata Najwa, Menkes Terawan Kembali Mangkir, Memastikan Tak Hadiri Undangan

"Warga boleh mengajukan kritiik dalam berbagai bentuk, bisa dukungan, usulan, bahkan keberatan. Padu padan dukungan, usulan, atau keberatan itu tak ubahnya vitamin yang kadang rasanya dominan pahit tapi kadang juga manis, niscaya menyehatkan jika disikapi sebagai proses bersama," tulis Najwa Shihab.***

Editor: Amir Faisol


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x