PEMBRITA BOGOR - Partisipasi perempuan dalam arena politik masih menjadi persoalan serius di Indonesia, terutama dalam konteks Pemilu 2024. Salah satu penyebab utama minimnya keterwakilan perempuan dalam politik adalah kurangnya persiapan dan pendampingan dari partai politik (parpol).
Menurut Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati pada Diskusi FMB9 Kominfo, Rabu, 7 Februari 2024, banyak parpol yang belum mampu memenuhi kuota 30 persen yang telah ditetapkan oleh KPU.
Agustyati menyoroti kurangnya dukungan bagi perempuan yang ingin berkiprah dalam politik, terutama saat mengikuti jalur calon legislatif.
Ia menyebut, "Perempuan yang telah masuk ke kancah politik itu benar-benar harus berjuang sendiri."
Pendampingan yang minim dari parpol membuat perempuan caleg kerap menghadapi diskriminasi bahkan dari internal partainya sendiri. Mereka terpaksa berjuang sendiri tanpa panduan atau dukungan yang memadai dari partai.
Agustyati menekankan, "Tidak ada pendampingan. Sebagai contoh saat kampanye, mereka harus berkampanye sendiri. Tak ada pendampingan bagaimana seharusnya berkampanye yang baik sesuai perspektif perempuan."
Baca Juga: Tokoh Perempuan Papua Mama Wati Menangis Haru saat Bertemu Ganjar Pranowo
Selain itu, hambatan-hambatan lain juga menghadang perempuan yang ingin terlibat dalam politik. Mulai dari budaya patriarki, regulasi yang tidak mendukung, hingga pandangan-pandangan yang menolak pemimpin perempuan.
"Hambatan perempuan untuk masuk ke politik ini masih banyak," ucap Agustyati.
Diah Pitaloka: Peran Perempuan dalam Parlemen Tidak Boleh Diabaikan
Dalam menanggapi masalah ini, Ketua Kaukus Perempuan Parlemen Diah Pitaloka menekankan pentingnya peran parpol dalam membentuk sistem kaderisasi perempuan secara lebih masif.
Baca Juga: TKN Fanta Nilai Gibran Tegas Mengangkat Isu Perempuan dan Anak dalam Debat Cawapres 2024
Diah menegaskan, "Parpol punya peran yang besar. Setiap parpol kan punya sayap-sayap perempuan yang menjadi kanal untuk merekrut perempuan dan meningkatkan kualitas perempuan."
Peran perempuan dalam politik tidak boleh diabaikan, seperti yang disampaikan oleh Diah, "Perempuan ini kan perspektifnya lain, ya. Dia lebih peka, detail, dan humanis." Dia menyoroti pentingnya perempuan dalam menyusun kebijakan yang emansipatif, egaliter, dan inklusif.
Meskipun demikian, kiprah perempuan dalam politik dan pemerintahan sudah terbukti. Berbagai tokoh perempuan seperti Sri Mulyani, Retno Marsudi, dan Bintang Puspayoga telah menjalankan posisi mereka dengan baik.
"Kita tidak hanya bicara jumlah, ya, tapi juga kualitas dan kiprah mereka yang sudah teruji," jelas Diah.***