Baca Juga: Mau Jago Main PUBG Mobile? Intip Panduan Setting Sensitivitas dan Layout Versi GEEK Snipes
1. Sejarah konflik lahan Rempang Eco City
Konflik lahan di Pulau Rempang sudah terjadi sejak puluhan tahun silam. Kawasan ini sudah dihuni oleh masyarakat lokal dan pendatang jauh sebelum terbentuknya BP Batam. Namun, masyarakat yang tinggal di pulau tersebut tidak memiliki sertifikat kepemilikan lahan. Karena awalnya sebagian besar lahan di pulau tersebut merupakan kawasan hutan di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
BP Batam baru dibentuk oleh BJ Habibie pada Oktober 1971 dengan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 41 Tahun 1973. Pada waktu itu, Habibie mencetuskan konsep Barelang (Batam Rempang Galang). Di mana ketiga pulau besar itu letaknya sangat strategis karena berada di Selat Malaka dan saling terhubung untuk menggeliatkan ekonomi, terlebih Kepulauan Riau nantinya memisahkan diri dari Provinsi Riau.
2. Awal mula konflik Pulau Rempang
Konflik lahan di Pulau Rempang mulai terjadi pada tahun 2001. Pada waktu itu, pemerintah pusat dan BP Batam menerbitkan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) kepada perusahaan swasta. Kemudian HPL itu berpindah tengan ke PT Makmur Elok Graha.
Baca Juga: iPhone 15 Series Resmi Dirilis Pakai Port USB Type C, Cek Spesifikasi dan Harganya di Sini
Sehingga, masalah status kepemilikan lahan masyarakat yang sudah menempati di kawasan tersebut semakin pelik. Sementara masyarakat nelayan yang puluhan tahun menempati Pulau Rempang sulit mendapatkan sertifikat kepemilikan lahan.
Konflik lahan memang belum muncul pada waktu itu hingga beberapa tahun kemudian, karena perusahaan menerima HPL belum masuk untuk mengelola bagian Pulau Rempang. Konflik mulai muncul saat pemerintah pusat, BP Batam, dan perusanaan pemegang HPL PT Makmur Elok Graha mulai menggarap proyek bernama Rempang Eco City, proyek yang digadang-gadang bisa menarik investasi besar ke kawasan ini.