Pakar Ingatkan KAMI, Semestinya Bisa Konstitusional Sampaikan Kritik ke Pemerintah, Hati-hati Makar

19 Agustus 2020, 09:59 WIB
Gatot Nurmantyo Deklarasi KAMI /Google Search

PR BOGOR - Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Indriyanto Seno Adji mengingatkan, Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) agar bersikap konstitusional saat menyampaikan kritikan kepada pemerintah.

"KAMI sebaiknya bersikap secara konstitusional, karena pernyataan kebebasan berpendapat secara politik tidak pernah bersifat absolut tanpa batas," kata Indriyanto di Jakarta, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-bogor.com dari RRI, Rabu 19 Agustus 2020.

"Dalam kehidupan bernegara ada limitasi-limitasi regulasi dan doktrin hukum yang memberikan pagar politik dan hukum secara implementatif. Jangan sampai ada destruksi rambu-rambu untuk melanggar hukum," tuturnya.

Baca Juga: Libur Panjang, Pemerintah Tetapkan 21 Agustus Cuti Bersama Sambut Tahun Baru Islam 1442 Hijriah

Menurut dia, setiap warga negara memiliki kebebasan menyampaikan pendapat mereka, termasuk memberikan kritikan terhadap pemerintahan yang tengah berjalan.

Namun jika kritikan tersebut seperti yang dilakukan KAMI bersifat tendensius, tidak objektif, maka bisa mengarah kepada bentuk pelanggaran hukum.

Misalnya menyampaikan hal-hal yang masih dijamin konstitusi, seperti sebatas pemberitaan viral di media sosial masih dalam tataran kritik atau pernyataan terhadap kebijakan maupun keputusan pemerintah.

Baca Juga: Begini Pesan Menteri Agama Fachrul Razi di Tahun Baru Islam 1442 Hijriah, Hikmahnya Semangat Hijrah

"Itu dijamin konstitusi dalam kerangka kebebasan berpendapat dan belum bisa dikategorikan pemberitaan provokatif," tuturnya.

Indriyanto berkata, apabila KAMI melakukan kritik atau pernyataan terhadap kebijakan maupun keputusan pemerintah atau pernyataan yang tendensius dan tidak objektif, maka hal itu bisa disebut sebagai bentuk penghinaan formil.

Dia mencontohkan kritik/pernyataan yang dimaksud, antara lain tuduhan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melanggar konstitusi dengan melanggar politik bebas aktif.

Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI)

Baca Juga: Kumpulan Ucapan Selamat Tahun Baru Islam 1442 Hijriah, Bisa Dikirimkan ke Orang Terkasih

Atau narasi tentang, pemerintah melakukan pembiaran dengan masuknya militer Tiongkok dengan alasan tenaga kerja asing (TKA), dan tudingan munculnya PKI gaya baru yang dibiarkan pemerintah.

Contoh lain terkait dengan pendapat-pendapat yang membungkus seolah kebebasan berpendapat sebagai jaminan konstitusi, yang puncaknya adalah provokasi penggantian pucuk pimpinan negara dilakukan dengan cara-cara sebagai kritik atau pernyataan yang tegas dan jelas jalannya kasar, tidak objektif, tidak sopan, tidak konstruktif, dan tidak zakelijk sifatnya.

"Sehingga, ini membawa orang tersebut dalam apa yang kemudian disebut sebagai kebencian (hatred), ejekan/cemoohan (ridicule), atau penghinaan (contempt). Maka, kritik/pernyataan seperti itu menjadi bentuk penghinaan formil yang strafbaar sifatnya," ungkapnya.

Baca Juga: Habib Luthfi bin Yahya Gelorakan Cinta Tanah Air, Ormas Petanesia Impelementasi dari NKRI Harga Mati

"Jadi, haruslah dibedakan antara kritik/pernyataan dalam konteks kebebasan berpendapat dengan penghinaan formil yang melanggar hukum," tuturnya.

Selain itu, pernyataan-pernyataan seperti itu bisa mengarah kepada makar dengan ukuran objektif.

Patutlah mengacu kepada apa yang dikatakan Prof Eddy OS Hiariej, niat (voornemen) dan permulaan pelaksanaan (begin van uitvoering) yang sudah mendekati delik yang dituju (voluntas reputabitur pro facto) adalah cara-cara inkonstitusional yang menghendaki (niat) perlawanan terhadap pemerintahan yang sah sebagai pemenuhan unsur delik makar Pasal 107 KUHPidana.***

Editor: Amir Faisol

Tags

Terkini

Terpopuler