Fenomena Gelombang Panas Melanda Sejumlah Negara di Benua Eropa, Begini Penjelasan BMKG

- 1 Agustus 2021, 19:35 WIB
Ilustrasi gelombang panas.
Ilustrasi gelombang panas. /PIXABAY/Gerd Altmann

PR BOGOR - Sejumlah negara di benua Eropa dilanda gelombang panas. Hal tersebut berdasarkan keterangan Badan Meteorologi, Klimatologi Geofisik (BMKG).

Fenomena gelombang panas tersebut, dipastikan tidak terjadi di Indonesia, kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal seperti dilansir PikiranRakyat-Bogor.com dari Antara, Minggu 1 Agustus 2021.

"Di wilayah Indonesia tidak terjadi fenomena gelombang panas tersebut. Namun, di Indonesia dapat terjadi kondisi suhu panas harian," ujar Herizal.

Baca Juga: Massimiliano Alegri Ngebet Boyong Manuel Locatelli untuk Berseragam Juventus

Herizal mengatakan Badan Meteorologi Dunia melaporkan kejadian gelombang panas di wilayah Amerika Utara.

Bahkan memecahkan beberapa rekor suhu tertinggi, seperti di wilayah British Columbia Kanada setinggi 49,6 derajat Celcius.

Di Phoenix Arizona, 47,7 derajat Celcius, dan pada pertengahan bulan Juni 2021 lalu telah berdampak luas pada kehidupan manusia maupun ekosistem.

Menurut Herizal, pada pekan pertama Agustus 2021, sedang berlangsung kejadian gelombang panas di Eropa.

Baca Juga: PPKM Level 4 Tidak Menghambat Program Latihan Atlet Balap Motor di Bogor Jelang Porprov XIV Jabar 2022

Bahkan dengan prediksi mencapai suhu 40 hingga 45 derajat Celcius, terutama di wilayah Eropa Selatan, ucap dia.

Dijelaskan Herizal, gelombang panas atau dikenal dengan "heatwave" merupakan fenomena cuaca dimana suhu udara panas terjadi lebih tinggi 5 derajat Celcius.

"Dari rata-rata suhu maksimum harian di wilayah setempat, dan berlangsung selama lima hari atau lebih secara berturut-turut," ungkapnya.

Fenomena gelombang panas ini biasanya terjadi di wilayah lintang menengah-tinggi seperti wilayah Amerika, Eropa dan Australia, dan terjadi pada wilayah yang memiliki massa daratan yang luas.

Baca Juga: Apa Arti Mimpi Orang Tua Meninggal? Begini Penjelasan Menurut Agama, Primbon hingga Psikologi

Secara dinamika atmosfer, kata Herizal, situasi itu dapat terjadi karena adanya udara panas yang terperangkap di suatu wilayah yang disebabkan adanya anomali dinamika atmosfer.

Mengakibatkan aliran udara tidak bergerak pada wilayah yang luas, misalnya saat terbentuknya sistem tekanan tinggi dalam skala yang luas dan bertahan cukup lama.

"Secara geografis, wilayah Indonesia berada di wilayah ekuatorial, sehingga memiliki karakteristik dinamika atmosfer yang berbeda dengan wilayah lintang menengah-tinggi," ujar Herizal.

Selain itu, wilayah Indonesia juga memiliki karakteristik perubahan cuaca yang cepat, ucapnya.

"Dengan perbedaan karakteristik dinamika atmosfer tersebut, wilayah Indonesia tidak terjadi fenomena cuaca yang dikenal dengan gelombang panas," tutur Herizal.

Baca Juga: Resmi Kontrak Dick Advocaat, Timnas Irak Targetkan Lolos ke Putaran Final Piala Dunia 2022

Sebab, berdasarkan siklus tahunan, lanjutnya, posisi semu matahari berada di Belahan Bumi Utara (BBU) pada Maret hingga pertengahan September.

"Pada periode ini angin timuran yang identik dengan musim kemarau terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia," ujar Herizal.

Berdasarkan hasil pengamatan BMKG, suhu maksimum pada 30 Juli 2021 tercatat antara 24,0-35,5 derajat Celcius.

"Suhu maksimum sekitar 24 derajat Celcius terjadi di bagian tengah Papua dan maksimum mencapai 35,5 derajat Celcius terjadi di Kalimarau, Berau," ungkapnya.

Baca Juga: Lirik Lagu Zeenan - What You Gonna Do OST Drama The Devil Judge, Lengkap dengan Terjemahan Bahasa Indonesia

Kondisi tersebut, menurut dia, masih berada pada kondisi normal. Dan sampai akhir Juli 2021, sebagian besar wilayah Indonesia atau lebih dari 73 persen zona musim berada pada musim kemarau.

"Namun, masyarakat tetap mengantisipasi perubahan cuaca dengan meningkatkan daya tahan tubuh dan menjaga kesehatan diri, keluarga, serta lingkungan," imbau Herizal.***

Editor: Bayu Nurullah

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah