China Marah Besar Usai AS Berlakukan Pembatasan Visa, Diduga karena Langgar HAM Etnis Minoritas

24 Desember 2020, 09:40 WIB
Ilustrasi hubungan China dan Amerika Serikat. /Pixabay/


PR BOGOR- China marah besar atas kebijakan Amerika Serikat yang baru saja dikuarkan.

Menurut AS, otoriter China memberlakukan pembatasan yang kejam dan AS sudah jelas tidak menerima pelaku pelanggaran hak asasi manusia (HAM) untuk datang ke negeri Paman Sam.

Mendapatkan perlakuan seperti itu membuat pemerintah China bereaksi.

Baca Juga: Di Tangan Gus Yaqut, Ini Arah Kementerian Agama RI

Seperti diketahui, Pemerintah Amerika Serikat (AS) memberlakukan pembatasan visa tambahan pada pejabat China atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia pada Senin, 21 Desember 2020.

Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo mengatakan bahwa pembatasan tersebut menargetkan pejabat yang diyakini bertanggung jawab atau terlibat dalam menindas praktisi agama, kelompok etnis minoritas, pemberontak, dan lainnya.

“Penguasa otoriter China memberlakukan pembatasan yang kejam pada kebebasan berekspresi, beragama atau berkeyakinan, berserikat, dan hak untuk berkumpul secara damai. Amerika Serikat sudah jelas bahwa pelaku pelanggaran hak asasi manusia seperti ini tidak diterima di negara kami,” katanya dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari Reuters pada Rabu, 23 Desember 2020.

Baca Juga: Geram dengan Komentar Jahat Netizen, Adhietya Mukti Mengaku Akan Tempuh Jalur Hukum

Dikutip dari berita PR Bekasi berjudul "China Naik Pitam, AS Berlakukan Pembatasan Visa Diduga karena Langgar HAM Etnis Minoritas" China mengungkapkan bahwa pihaknya akan mengambil tindakan balasan atas pembatasan visa yang diterapkan AS.

“Kami akan mengambil tindakan balasan sebagai tanggapan. Kami akan mengambil tindakan terhadap mereka yang bertanggung jawab merusak hubungan bilateral kami," kata juru bicara kementerian luar negeri Wang Wenbin.

Hubungan AS-China ditengarai jatuh ke level terburuknya dalam beberapa dekade ketika dua ekonomi teratas dunia itu kerap memperdebatkan masalah mulai dari wabah virus corona, undang-undang keamanan nasional Beijing untuk Hong Kong, perdagangan hingga aktivitas spionase.

Pada Jumat pekan lalu, 18 Desember 2020, Washington menambahkan lusinan perusahaan China, termasuk pembuat chip Semiconductor Manufacturing International Corp dan produsen drone SZ DJI Technology Co Ltd ke daftar hitam perdagangan AS.

Selain itu, kepala Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) AS Chad Wolf pada Senin 21 Desember 2020 mengatakan pihaknya sedang melihat pembatasan lebih lanjut di China, yang dia sebut sebagai ancaman yang terus meningkat bagi AS.

Wolf mengatakan kepada lembaga think tank Heritage Foundation, kebijakan ini termasuk pembatasan visa yang lebih ketat pada anggota Partai Komunis China dan larangan yang lebih luas atas barang-barang yang dibuat dengan kerja paksa.

Dia mengatakan DHS juga mengkaji aktivitas pembuat televisi China TCL Electronics Holdings.

Wolf menuturkan Departemen Luar Negeri bulan ini telah mengurangi validitas visa AS bagi anggota Partai Komunis yang berkuasa di China menjadi satu bulan.

"Kami bekerja dengan negara untuk mempertimbangkan pembatasan lebih lanjut tentang masa berlaku visa bagi anggota PKT," katanya.***PR Bekasi/Rinrin Rindawati

 

Editor: Rizki Laelani

Sumber: Pikiran Rakyat Bekasi

Tags

Terkini

Terpopuler