Rekomendasi Novel yang Memotret Latar Peristiwa G30S PKI serta Sejarah Kelam di Dalamnya

- 1 Oktober 2023, 21:00 WIB
Novel-novel yang Memotret Latar Peristiwa G30S/PKI.
Novel-novel yang Memotret Latar Peristiwa G30S/PKI. /Tangkapan layar/bacanovelcabaca.id

Baca Juga: Catat! Jadwal Ganjil Genap Puncak Bogor Besok Hari Libur Maulid Nabi Muhammad SAW hingga Minggu

Melintas berbagai masa di Indonesia, cerita dalam novel ini menguak kutukan dan tragedi keluarga dibalut roman, petualangan, mitologi, kisah hantu, dan kekejaman politik.

2. Amba

Novel ini dikisahkan begitu padat dan kompleks oleh seorang Laksmi Pamuntjak. Dari tangannya, novel ini telah mendunia, dan bahkan mendapatkan penghargaan sebagai Keynote Speaker dalam festival bergengsi di Jerman.

Mulanya novel ini diterbitkan di tahun 2012 dalam bahasa Inggris, dengan judul The Question of Red, barulah kemudian terbit dalam versi bahasa Indonesia.

Baca Juga: Tentukan Pemenang 10 Pokok Program PKK 2023 Kabupaten Bogor, Delapan Desa Lakukan Rechecking

Amba merupakan kisah tragedi yang disampaikan melalui kisah cinta, dari Amba dan Bhisma di hari-hari mencekam pada bulan September 1965, yang dipaksa harus berpisah karena situasi politik. Di mana hingga satu juta orang yang dituduh sebagai Komunis di Indonesia dibantai. Kamu akan melihat gambaran kehidupan tahanan yang diasingkan di Pulau Buru.

3. Ronggeng Dukuh Paruk

Ingat salah satu film layar lebar yang berjudul Sang Penari? Film tersebut merupakan alih wahana dari novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari yang merupakan gabungan dari tiga buku seri, yaitu Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala. Begitu melegendanya novel ini hingga diterjemahkan ke berbagai bahasa.

Novel ini menceritakan sosok Srintil, seorang ronggeng baru di Dukuh Paruk. Bagi pedukuhan yang miskin, terpencil dan bersahaja ini, ronggeng membuat kehidupan kembali menggeliat. Srintil menjadi tokoh yang amat digandrungi karena cantik, menggoda, dan semua ingin menari bersamanya. Sayangnya, karena hal itu malah membuat Srintil harus rela menjadi objek seksualitas. Kebebasannya menjadi perempuan pun berakhir kala itu.

Baca Juga: Bupati Bogor Harap Bantuan Anggaran Flyover Bomang Rp1 triliun dari Pemerintah Jadi Kado Manis Harhubnas

Peristiwa politik di tahun 1965 juga membuat dukuh ini hancur, baik secara fisik maupun mental. Mereka terbawa arus dan di cap ikut andil dalam peristiwa tersebut. Pengalaman pahit ini membuat Srintil sadar akan hakikatnya sebagai manusia. Karena itulah ia berniat memperbaiki citra dirinya.

Halaman:

Editor: Muhammad Rizky Suryana


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah