PR BOGOR – Seperti yang diketahui, akhir-akhir ini Tanah Air sedang ramai membahas perihal terorisme.
Belum lama ini, aksi bom bunuh diri terjadi di depan Gereja Katedral Makassar pada Minggu, Maret 2021.
Kemudian, pada Rabu 31 Maret 2021, Mabes Polri di serang oleh orang yang tidak dikenal.
Baca Juga: Menjelang Hari Paskah, Polri Minta Seluruh Jajarannya untuk Tingkatkan Kesiagaan
Diketahui, pelaku di Makassar dan di Mabes Polri merupakan anggota dari Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Satu diantara mantan JAD Gilang Nabaris pun menceritakan pengalamannya saat mengikuti kelompok tersebut.
Gilang mengatakan, bahwa salah satu sasaran teror JAD adalah aparat penegak hukum terutama Polisi.
Baca Juga: Ramai Aksi Terorisme di Tanah Air, DPR Minta Polisi Tingkatkan Dulu Pengawasan di Objek-objek Vital
Dimana mereka menganggap Polisi merupakan Anshor Tagut yang merupakan musuh para teroris.
“Jadi kalau di jarigan itu, disamaikan bahwa Polisi itu Anshor Tagut, jadi ya musuh kita,” ungkap Gilang yang dikutip PRBogor.com dari siaran Youtube Mata Najwa pada Kamis, 1 April 2021.
Gilang pun membeberkan alasannya bisa terjerumus dalam jaringan JAD.
Dimana awalnya dia hanya ingin menjadi muslim yang lebih baik.
Ia juga mengaku bahwa dirinya ingin berjuang dan melakukan jihad di Timur Tengah.
“Karena pertama yang disampaikan kan tentang Imam Mahdi, di akhir zaman,”
Baca Juga: Tes Kepribadian: Gambar yang Pertama Dilihat Bisa Ungkap Kehidupan Seseorang tentang Cinta dan Ego
“Jadi saya merasa ini jalan saya untuk memberikan sumbangsih agaman,”
“Jadi disitu saya merasa yakin, karena yang disampaikan itu berita-berita Timur Tengah,” ujar Gilang.
Namun, akhirnya Gilang sadar saat ia terjerat kasus pidana dan menjalani hukuman di penjara.
Ia mengaku perjalanannya dalam terorisme terhenti karena komunikasi antara ia dan teroris lain di JAD juga terhenti.
Saat dirinya sedang menjalanin hukuman di penjara, ia menyatakan bahwa ia setia pada NKRI.
Karena pernyataan tersebut kini ia dianggap musuh oleh JAD.
Selain itu, selama menjalani hukuman di rutan justru Gilang dianggap kafir oleh anggota JAD yang lain.
Hingga akhirnya Gilang pun berpikir bahwa ada yang salah dengan organisasi JAD itu.
“Ketika saya masuk ketemu di rutan, justru saling mengkafirkan satu sama lain,”
“Padahal kita satu organisasi, senasib, tapi di rutan mereka saling mengkafirkan satu sama lain,”
“Saya mikir disitu, kalau seperti ini dimana kemudian persatuannya,” ungkap Gilang.***