Dentuman Misterius Terdengar di Bali, Ini Penjelasan dari Lapan

25 Januari 2021, 15:47 WIB
Ilustrasi fenomena yang terjadi di langit. /PIXABAY/laocaohenmang

PR BOGOR - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menganalisis munculnya suara dentuman yang terdengar cukup jelas di Buleleng, Bali pada Minggu, 24 Januari 2021 sekira pukul 11.00 Wita.

Sejumlah warga Buleleng, Bali, melaporkan adanya jejak cahaya di langit serta suara dentuman yang terdengar cukup jelas.

Dalam keterangan resminya, Senin 25 Januari 2021 pagi, Astronom sekaligus Peneliti Madya Lapan, Dr. Rhorom Priyatikanto menyebut bahwa jika berdasarkan sistem pemantauan orbit.sains.lapan.go.id tidak menunjukkan adanya benda artifisial atau sampah antariksa yang diperkirakan melintas rendah atau jatuh di wilayah Indonesia.

Baca Juga: Pergeseran Tanah di Harjasari Bogor, Bangunan Ambruk Sejumlah Warga Dievakuasi

Hal ini memperbesar kemungkinan bahwa kejadian yang teramati di Buleleng berkaitan dengan benda alamiah.

Seperti diketahui, sejumlah warga Buleleng, Bali, melaporkan adanya jejak cahaya di langit serta suara dentuman yang terdengar cukup jelas.

Sensor gempa di Stasiun BMKG di Singaraja mendeteksi adanya anomali getaran selama sekitar 20 detik mulai pukul 10.27 WITA.

Getaran tersebut memiliki intensitas sekitar 1,1 magnitudo. Berdasarkan informasi tersebut, memang ada kemungkinan bahwa kejadian tersebut merupakan kejadian benda jatuh antariksa.

Baca Juga: Singgung Banyak Duit, Anya Geraldine Tetap Ingin Dipacari Pengusaha meski Dijodohkan dengan Bupati

Ia juga memperkirakan, jika suara dentuman yang menggema di langit Buleleng itu merupakan sebuah meteor yang berukuran besar yang saat masuk ke dalam atmosfer menjadi terbakar dan memicu gelombang kejut hingga suara dentuman yang bahkan terdeteksi oleh sensor gempa.

"Meteor berukuran besar atau dikenal juga sebagai bolide atau fireball bisa jadi masuk ke atmosfer, terbakar, dan jatuh di dekat Buleleng. Dalam prosesnya, meteor tersebut dapat memicu gelombang kejut hingga suara dentuman yang bahkan terdeteksi oleh sensor gempa," ujarnya.

"Sebagian besar meteor terbakar di atmosfer dan bisa jadi ada sebagian kecil yang tersisa dan jatuh ke permukaan Bumi (darat atau laut). Fragmentasi meteor besar juga jamak terjadi ketika meteor tersebut mencapai ketinggian sekitar 100 kilometer di atas permukaan Bumi," lanjutnya.

Baca Juga: Hari Ini Wijin Ulang Tahun, Harapan Gisel: Selalu Jadi Garam dan Terang di Mana pun Kamu Berada

Pihaknya juga menyebut bahwa dalam beberapa waktu ke belakang, tidak ada aktivitas hujan meteor, kecuali dengan intensitas amat kecil.

Peristiwa di Buleleng ini, kata Rhorom, juga pernah dialami warga Bone pada 8 Oktober 2009. Warga mendengar ledakan disertai getaran kaca-kaca rumah mereka.

Warga juga melihat jejak asap di langit. Dugaan Lapan saat itu ada meteor besar jatuh, yang kemudian mendapat bukti dari peneliti NASA yang menggunakan data infrasound.

Data infrasound mengindikasikan adanya meteor jatuh yang diperkirakan berdiameter 10 meter. Belakangan diketahui juga seismograf BMKG terdekat merekam getaran 1,9 magnitudo.

Baca Juga: Ditemukan Material Gunung Api saat Banjir, BIG Simpulkan Kawasan Gunung Mas Bogor Masih Terancam Bencana

"Bila dibandingkan dengan kejadian di Bone, ada kemiripan sehingga diduga ledakan di Buleleng juga disebabkan adanya meteor besar yang jatuh. Meteor itu menimbulkan gelombang kejut yang terdengar sebagai ledakan," katanya.

Ia menduga, meteor jatuh di Buleleng memiliki ukuran awal beberapa meter, lebih kecil daripada asteroid Bone.

Kendati demikian, Rhorom menegaskan meteor yang telah mencapai permukaan Bumi tidak berpotensi bahaya.***

Editor: Bayu Nurullah

Sumber: LAPAN

Tags

Terkini

Terpopuler