Network
PIKIRAN RAKYAT BOGOR - Mengantisipasi penularan dan penyebaran virus corona semakin meluas, beberapa negara di dunia menerapkan kebijakan lockdown. Salah satunya adalah negara Jepang.
Setelah 3 minggu menerapkan kebijakan lockdown, Kepulauan Hokkaido yang ada di bagian selatan Jepang memutuskan untuk mencabut kebijakan tersebut.
Hanya berselang 26 hari sejak kebijakan tersebut dicabut, kini Hokkaido kembali memberlakukan kebijakan lockdown tersebut. Alasannya, karena pandemi COVID-19 gelombang kedua kembali mewabah di wilayah tersebut.
Baca Juga: Di Tengah Wabah COVID-19, Kejahatan Begal Bersenjata Kembali Beraksi
Seperti Dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Times, Saat ini Hokkaido terpaksa memberlakukan kebijakan lockdown untuk kedua kalinya.
Tercatat, sudah ada 726 kasus aktif COVID-19 yang ada di Kepulauan Hokkaido tersebut. Peningkatan kasus tersebut ditaksir mencapai 80 persen dibanding pada pandemi COVID-19 gelombang pertama yang tercatat hanya 279 kasus.
Ini menunjukkan kebijakan pembukaan lockdown dari masing-masing gubernur itu berbahaya.
Baca Juga: Jokowi Putuskan Larang Mudik, Refly Harus: itu Melanggar HAM
Kepulauan Hokkaido mencatat dalam waktu satu hari sudah terjadi 18 kasus baru akibat pandemi COVID-19.
"Itulah yang sekarang kita ketahui, bahkan jika kamu bisa mengendalikan gelombang pertama, kamu tidak bisa bersantai," kata Kazuto Suzuki, Wakil Dekan Politik Internasional di Universitas Hokkaido.
Sebagai informasi, Kepulauan Hokkaido memberlakukan kebijakan lockdown pada awal Februari lalu. Tanggal 28 April tercatat sudah ada 66 kasus kasus aktif COVID-19 yang merupakan jumlah tertinggi di seluruh prefektur Jepang.
Sumber artikel dari Pikiran-Rakyat.com dengan judul "Terlalu Cepat Cabut Kebijakan Lockdown, Pulau Hokkaido Jepang Alami COVID-19 Gelombang Kedua"
Namun, jumlah kasus tercatat mengalami penurunan yang cukup drastis pada pertengahan Maret.
Karena hal tersebut, Naomichi Suzuki selaku Gubernur Hokkaido didesak untuk segera mencabut kebijakan lockdown yang sebelumnya diterapkan.
Desakan tersebut disebabkan karena kebijakan lockdown menganggu aktivitas agrikultur dan juga industri pariwisata.***
