Kutub Selatan Memanas Hingga 3 Kali Lipat Akibat Emisi, Ilmuan: Tren Pemanasan Terkuat di Bumi

- 30 Juni 2020, 10:17 WIB
Stasiun cuaca di Kutub Selatan. (Pixabay)
Stasiun cuaca di Kutub Selatan. (Pixabay) /

PR BOGOR - Studi terbaru menemukan, Kutub Selatan mengalami perubahan cuaca, memanas hingga tiga kali lipat daripada bagian bumi lain.

Diberitakan di Pikiran-Rakyat.com, Selasa 30 Juni 2020, peningkatan suhu di Kutub Selatan lantaran adanya peningkatan gas rumah kaca dan perubahan cuaca alami di daerah tropis.

Dua faktor ini mampu menjelaskan mengapa Antartika menanggung beban perubahan iklim, menurut para peneliti dari Victoria University, Selandia Baru.

Baca Juga: Siap-siap Mulai Besok Keluar Masuk Jakarta Diperketat, Gubernur Anies Baswedan Berlakukan SIKM

Ilmuan Dr Kyle Clem dari peneliti Universitas Victoria memeriksa data stasiun cuaca, pengamatan dan model iklim untuk lebih memahami mengapa tingkat kenaikan suhu naik sangat banyak.

Kenaikan suhu tidak biasa bukan hasil dari perubahan iklim alami saja. Melainkan faktor-faktor lain menjadi pertimbangan serius.

"Efeknya mungkin bekerja bersama-sama untuk menjadikan ini salah satu tren pemanasan terkuat di Bumi," kata Dr. Clem.

Baca Juga: Ustadz Adi Hidayat dan Quraish Shihab Puji Gus Baha, Keturunan Ahli Quran dan Kesayangan Mbah Moen

Pada Februari 2020, suhu di kutub selatan Bumi mencapai 18,3 derajat celsius. Suhu ini mengalahkan rekor sebelumnya yaitu 17,5 derajat celsius.

Artikel ini telaha tayang di Pikiran-Rakyat.com dengan judul 'Kutub Selatan Memanas 3 Kali Lipat akibat Emisi Gas Rumah Kaca dan Perubahan Pola Cuaca Tropis'.

"Kutub Selatan telah menghangat lebih dari tiga kali lipat tingkat global sejak 1989," kata Dr. Clem.

Dia mengatakan, kenaikan suhu rata-rata 0,61 derajat celsius setiap 10 tahun didorong oleh variabilitas iklim tropis alami dan kemungkinan diperkuat oleh pembakaran bahan bakar fosil.

Baca Juga: Curhatan Member BTS ke ARMY Ditulis Setulus Hati, Air Mata Jungkook Tak Terbendung Tangis Pun Pecah

Hal ini mengakibatkan suhu laut meningkat di Pasifik tropis barat, yang pada gilirannya menurunkan tekanan atmosfer di atas Laut Weddell Antartika.

Di sisi lain, berhasil meningkatkan pengiriman udara hangat ke benua itu, menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Climate Change.

Tim peneliti menemukan Antartika menunjukkan beberapa kisaran suhu terbesar selama satu tahun dengan kontras regional yang kuat.

Baca Juga: Sistem Demokrasi Kriminal, Refly Harun: Cuma Butuh Rp6 Triliun untuk Menguasai Indonesia

"Sebagian besar Antartika Barat dan Semenanjung Antartika mengalami pemanasan dan penipisan lapisan es selama akhir abad kedua puluh," jelas Clem.

"Kutub Selatan yang terletak di pedalaman benua terpencil dan dataran tinggi mendingin hingga tahun 1980-an, tetapi sejak itu menghangat secara substansial," tambahnya.

Di samping itu, studi ini juga menemukan efek dari perubahan iklim yang telah lama membuat tanda di Antartika yaitu lebih dari 90 persen gletser di Semenanjung mundur dan Antartika Barat kehilangan es pada tingkat yang mengkhawatirkan.

Baca Juga: Jokowi Ancam Reshuffle Kabinet Hingga Bubarkan Lembaga Negara, Kerja Menteri Dinilai Kurang Serius

Studi ini telah dipublikasikan di jurnal Nature Climate Change pada 29 Juni 2020 dengan judul 'Record warming at the South Pole during the past three decades'.*** (Julkifli Sinuhaji/PR)

 

Editor: Amir Faisol

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x