Kata Politisi Najwa Shihab Dirasuki Politik Soal Menkes Terawan, Ini Jawaban Tuan Rumah Mata Najwa

- 1 Oktober 2020, 06:31 WIB
Najwa Shihab wawancarai kursi kosong di program Mata Najwa.*
Najwa Shihab wawancarai kursi kosong di program Mata Najwa.* /

Baca Juga: Jarang Muncul hingga Dicari Najwa Shihab, Menkes Terawan Jelas Gaya Bahasanya Mesti Diperbaiki

Siapa pun bisa mengusulkan solusi, namun agar bisa berdampak ia mesti diambil sebagai kebijakan oleh pejabat yang berwenang, dan mereka pula yang punya kekuasaan mengeksekusinya.

"Menteri adalah eksekutif tertinggi setelah presiden, dialah yang menentukan solusi mana yang diambil sekaligus ia pula yang mengeksekusinya," imbuhnya.

Selanjutnya, kata dia, di saat pandemi seperti sekrang tidak ada yang lebih otoritatif selain menteri untuk membahasasakan kebijakan-kebijakan itu kepada publik, termasuk soal penanganannya.

Baca Juga: KAMI Ditolak Keras di Surabaya, Kata Ahli Hukum Refly Harun Negara Takut Elektabilitas Tokohnya Naik

Dalam pandangan Najwa Shihab, selama ini, penanganan pandemi terkesan terfragmentasi, tersebar ke berbagai institusi yang bersifat ad-hoc, sehingga informasinya terasa centang perenang.

"Kami menyediakan ruang untuk membahasakan kebijakan penanganan pandemi ini agar bisa disampaikan dengan padu. Bedanya, media memang bukan tempat sosialisasi yang bersifat satu arah, melainkan mendiskusikannya secara terbuka," tutur perempuan yang bias dipanggil Nana ini.

Yang terakhir, dikatakan Najwa Shihab, memang warga negara wajib patuh kepada hukum, tapi warga negara juga punya hak untuk mengetahui apa yang sudah, sedang dan akan dilakukan oleh negara.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 

#CatatanNajwa Di Indonesia, treatment menghadirkan bangku kosong ini mungkin baru sehingga terasa mengejutkan. Namun, sejujurnya, ini bukan ide yang baru2 amat. Di negara dgn tradisi demokrasi dan debat yang lebih panjang dan kuat, misalnya Inggris atau Amerika, menghadirkan bangku kosong yang mestinya diisi pejabat publik sudah biasa. Treatment ini juga berbeda dengan format wawancara imajiner. Pertama, pada dasarnya saya tidak sedang melakukan wawancara, saya hanya sedang mengajukan pertanyaan. Pertanyaan, kan, tidak harus diajukan secara tatap muka. Bisa dilakukan secara jarak jauh dengan perantara macam-macam medium. Kedua, ini juga tidak imajiner karena (a) pertanyaan yang saya ajukan memang bukan imajiner dan saya juga tidak mengarang atau membuatkan jawaban2 fiktif seolah-olah saya sudah berdialog dengan Pak Terawan; (b) Pak Terawan juga sosok yang eksis dan hidup, sehingga Pak Terawan bisa menjawabnya kapan saja, bahkan sejujurnya boleh menjawabnya di mana saja. Sebagai pengampu Mata Najwa, tentu saya berharap ia bersedia hadir di program saya. Namun, sebagai bagian dari komunitas pers lebih luas dan juga seorang warga negara, saya sudah cukup senang jika Pak Menteri menjawab kegelisahan publik walau itu tidak dilakukan di #MataNajwa. Sebab kerja-kerja mengawasi proses politik dan pengambilan kebijakan adalah tugas bersama, dan saya percaya @Narasi.tv tidak sendirian melakukannya. Saya memikirkan dengan cukup masak saat menghadirkan bangku kosong ini, termasuk risiko dituduh melakukan persekusi atau bullying. Saya berkeyakinan, elite pejabat, apalagi eksekutif tertinggi setelah presiden, bukanlah pihak yang less power -- aspek penting yang menjadi prasyarat sebuah tindakan bisa disebut persekusi atau bullying. Sulit menganggap pejabat elite adalah pihak yang lemah. Saya tidak cemas dengan Pak Terawan, karena seorang yang menjadi menteri pastilah sosok mumpuni dan berpengalaman. Yang kita cemaskan adalah perkembangan pandemi ini. Dan karena itulah Pak Terawan menjadi penting karena, betapa pun banyaknya tim ad-hoc yang dibentuk, urusan kesehatan tetaplah pengampunya adalah Menteri Kesehatan. #MataNajwaMenantiTerawan

A post shared by Najwa Shihab (@najwashihab) on

Halaman:

Editor: Amir Faisol


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x