Aturan 'No Work No Pay' dan Diskriminasi Penyandang Disabilitas Makin Beratkan Buruh Perempuan

- 9 Maret 2023, 15:59 WIB
Sejumlah buruh perempuan menghadiri konferensi pers membahas hak perempuan bekerja pada Kamis (8/3/2023) di Gedung YLBHI, Jakarta.
Sejumlah buruh perempuan menghadiri konferensi pers membahas hak perempuan bekerja pada Kamis (8/3/2023) di Gedung YLBHI, Jakarta. /Rizky Suryana/pembritabogorcom

PEMBRITABOGOR.COM - Perwakilan buruh perempuan hadir bicara permasalahan mereka dalam konferensi pers di Gedung YLBHI, Kamis, 8 Maret 2023.

 

Permasalahan perempuan pekerja yang terjadi saat ini adalah fleksibilitas kerja. Hal ini diatur dalam Perppu Cipta Kerja yang mengatur sistem no work no pay. Banyak buruh yang tidak dibayar ketika mereka ambil cuti.

Hal ini disampaikan oleh perwakilan FSPBI, Dian Septi. Ia berkata ada standar ganda dalam penerapan sistem no work no pay dari perusahaan.

Baca Juga: Razia Knalpot Bising Polresta Bogor , 30 Unit Sepeda Motor Diamankan

"Perusahaan sampai hari ini banyak yang setuju menerapkan pengurangan jam kerja. Namun, pengurangan ini dibarengi oleh tidak dibayar upah ke buruh selama ia tidak bekerja," ucapnya.

Jihan Faatihah dari Perempuan Mahardhika juga berkata karena fleksibelnya jam kerja ini buat perempuan terjerat pinjaman online selama tidak bekerja saat pandemi.

"Banyak perempuan yang off harus ngutang ke pinjol. Upah mereka di perusahaan rendah, dan banyak yang gagal bayar hutang tersebut," jelas Jihan.

Baca Juga: Suara Buruh Perempuan: Mulai dari Tolak Perppu Cipta Kerja hingga Protes Kenaikan Iuran BPJS

Selain itu, Jihan juga berkata pekerja perempuan kontrak dan magang juga tidak bisa membayar iuran jaminan kesehatan seperti BPJS. Sistem kerja magang yang durasi maksimal 3 bulan jadi penyebabnya.

"Iuran BPJS itu dibayar per bulan selama satu tahun, tapi pekerja kontrak tidak bisa menyesuaikan itu karena kerja mereka durasinya paling lama 3 bulan," katanya.

Menimpali pertanyaan Jihan, Dian Septi berkata banyak perusahaan garmen yang diadvokasi FSPBI belum dapat jaminan kesehatan yang sesuai.

Ditambah dengan dipersulitnya akses BPJS oleh perusahaan, akhirnya banyak buruh garmen yang belum terlindungi jaminan kesehatan tersebut.

Baca Juga: Petani Ranca Upas Marah, Budidaya Bunga Edelweis Miliknya Hancur Dilindas Rombongan Motor Trail

Ia berkata banyak buruh yang harus mengurus BPJS secara mandiri tanpa diakomodasi oleh perusahaan. Bahkan harus antri dari pagi untuk bisa mendapat layanan BPJS.

"Buruh harus mengantri dari pagi sampai malam untuk urus BPJS. Sementara kemampuan buruh perempuan ketika sakit terbatas," ungkap Dian.

Sejumlah buruh perempuan menghadiri konferensi pers membahas hak perempuan bekerja pada Kamis (8/3/2023) di Gedung YLBHI, Jakarta.
Sejumlah buruh perempuan menghadiri konferensi pers membahas hak perempuan bekerja pada Kamis (8/3/2023) di Gedung YLBHI, Jakarta. pembritabogorcom

Senada dengan Dian, Dede dari Perhimpunan Jiwa Sehat juga berkata peraturan ketenagakerjaan seperti Perppu Cipta Kerja juga semakin menjauhkan kesempatan penyandang disabilitas dapatkan hak layak di dunia kerja.

Baca Juga: Tempat Karaoke di Jalan Raya Puncak Bogor Disegel Satpol PP

Dede berkata rekan-rekannya yang disabilitas, termasuk dirinya sendiri banyak yang dikucilkan ketika masuk ke perusahaan.

"Saya saja sampai ditertawakan oleh pekerja lainnya di pabrik karena meminta akomodasi. Cara pandang seperti ini masih mendiskriminasi pekerja disabilitas," jelas Dede.

Akomodasi yang dimaksud oleh Dede adalah hal-hal yang memudahkan kerja penyandang disabilitas, seperti pemotongan iuran jaminan kesehatan dan alat-alat khusus difabel.

Baca Juga: Update Terkini Kebakaran Depo Pertamina Plumpang: 17 Meninggal Dunia, 1.085 Mengungsi

Dede juga berkata peraturan di Pasal 443 KUHAP membuat penyandang disabilitas banyak yang menganggur. Syarat sehat jasmani dan rohani dari perusahaan menggugurkan kesempatan mereka.

"Kita tidak dinilai cakap secara fisik, mental, maupun hukum oleh perusahaan. Kita dibuat kehilangan hak perdata kami, salah satunya hak untuk bekerja. Peraturan ini tidak pernah berubah sejak zaman kolonial dan memberatkan kami sebagai disabilitas," jelas Dede.

Menanggapi hal ini, Dian berkata perlindungan sosial versi pemerintah ini tidak pernah melihat risiko yang dialami pekerja di perusahaan. Perlindungan sosial yang ditawarkan malah memberatkan pekerja itu sendiri.

Baca Juga: BPBD Jabar: 28 Kecamatan di Karawang dan Subang Terendam Banjir

"Dari iuran BPJS itu sendiri saja buat pekerja sulit memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apalagi untuk pekerja kontrak yang sewaktu-waktu bisa dipecat, sulit dapat jaminan ini," pungkasnya.

Dapatkan update berita pilihan tentang Bogor, Jawa Barat, nasional, dan breaking news setiap hari dari https://bogor.pikiran-rakyat.com. Caranya klik link https://gnews/prbogor kemudian klik tombol ikuti. Setelahnya, Anda bisa mengetahui informasi terbaru.******

Editor: Ina Yatul Istikomah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x