PR BOGOR - Pegiat seni Tanah Air tengah beruduka atas meninggalnya sastrawan Indonesia yang melahirkan banyak kisah-kisah romansa yang tertuang dalam puisi indah, Sapardi Djoko Damono.
Kabar duka kematian Sapardi Djoko Damono juga menyebar di pesan berantai grup WhatsApp, mengantarkan doa dari kepergian sastrawan Indonesia itu.
"Telah meninggal dunia sastrawan besar Indonesia, Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono di Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan pada hari ini 19 Juli 2020, pukul 09.17 WIB.. turut berduka cita...semoga dilapangkan jalan..," bunyi pesan singkat yang diterima Pikiranrakyat-bogor.com, Minggu 19 Juli 2020.
Baca Juga: Bongkar Rahasia Saat Photoshoot agar Alat Vital Tak Kelihatan, Millen Cyrus: Ada Tricknya, Diselipin
Diketahui, Almarhum menghembuskan nafas terakhirnya di usia 80 tahun pada pukul 09.17 WIB, Minggu pagi.
Sejumlah tokoh dan publik figur Tanah Air turut berbondong-bondong mengucapkan bela sungkawa, seperti Maudy Koesnaedi dan penyanyi Sal Priadi.
Ada banyak karya yang ditinggalkan Sapardi Djoko Damono yang kemudian menjadi catatan sejarah di bidang sastra di Tanah Air.
Baca Juga: Unggah Video Kehadirannya di Pernikahan Rizki D'Academy, Lesti Dapati Puluhan Ribu Empati dari Fans
Berikut rangkuman puisi Sapardi Djoko Damono:
1. Yang Fana Adalah Waktu
Yang fana adalah waktu. Kita abadi
Memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
Sampai pada suatu hari
Kita lupa untuk apa
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu
Kita abadi
Baca Juga: Militer AS Siap Tempur di Laut China Selatan Bawa Misi 'Kemakmuran', Tiongkok-Rusia Mesra Bersekutu
2. Kuhentikan Hujan
Kuhentikan hujan
Kini matahari merindukanku, mengangkat kabut pagi perlahan
Ada yang berdenyut dalam diriku
Menembus tanah basah
Dendam yang dihamilkan hujan
Dan cahaya matahari
Tak bisa kutolak
Matahari memaksaku menciptakan bunga-bunga
Baca Juga: Viral Video Pria Berparas Timur Tengah, Bakar Benderah Merah Putih Bahkan Setelahnya DIinjak-injak
3. Hujan Bulan Juni
Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu.***