Pemerintah Indonesia Minim lakukan Uji Test Corona, ini Kata Pakar

- 14 April 2020, 18:02 WIB
lustrasi pemakaman jenazah pasien dalam pengawasan (PDP) COVID-19 dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni membungkusnya menggunakan plastik
lustrasi pemakaman jenazah pasien dalam pengawasan (PDP) COVID-19 dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni membungkusnya menggunakan plastik /Antara

PIKIRAN RAKYAT BOGOR - Jumlah kasus terkomfirmasi positif virus corona di Indonesia dari hari ke hari terus mengalami penambahan kasus.

Berdasarkan laporan terbaru yang dikutip oleh pikiranrakyat-bekasi.com dari The Australian, angka kematian akibat virus corona di Indonesia saat ini menjadi salah satu yang tertinggi di dunia.

Rasio kematian tidak hanya terjadi pada pasien yang terinfeksi, melainkan para tenaga medis seperti dokter. Ini menandakan bahwa sistem kesehatan di Indonesia tidak mampu untuk mengatasi pandemi COVID-19.

Baca Juga: Lockdown Akibat COVID-19, Buaya Bebas Berkeliaran di Pantai Meksiko

Sebelumnya dilaporkan Indonesia telah kehilangan puluhan dokter pada akhir Maret 2020 lalu, The Australian mencatat tujuh kematian dokter karena virus corona, dari total 55 kematian di Indonesia pada awal bulan yang sama.

Banyaknya jumlah dokter yang gugur saat bertugas sangat disayangkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) karena kurang memadainya APD bagi para tenaga medis.

Tak bisa dipungkiri, saat virus corona pertama kali terdeteksi di Indonesia, para pekerja medis terpaksa menggunakan jas hujan dari plastik tipis dan murah untuk melindungi diri dari virus yang mematikan itu.

Baca Juga: Jumlah Kasus COVID-19 di Indonesia Melonjak, 4.839 Orang Positif

Pekan ketiga Bulan Maret, Indonesia baru melakukan 3.000 tes virus corona dari total 260 juta penduduk, kasus positif virus corona saat itu masih ada di angka 700-an orang.

Peneliti di Indonesia membuat sebuah pemodelan yang menunjukkan bahwa setengah dari 267 juta jiwa di Indonesia berpeluang terpapar virus corona dalam beberapa bulan kedepan.

Hal ini terjadi apabila Pemerintah Indonesia terus melakukan uji tes yang minim serta tidak ada aturan 'lockdown' yang ketat.

Sumber artikel dari depok.pikiran-rakyat.com dengan judul "Pakar Matematika: Skenario Terburuk Corona di Indonesia, Setengah Populasi Terinfeksi"

Data yang dimunculkan tentunya sangat berbeda jauh dengan data yang diperkirakan pemerintah yakni skenario terburuk kasus virus corona di Indonesia ada di angka 700.000 orang.

“Di Italia, 4.800 petugas kesehatan terinfeksi oleh virus corona tetapi di Indonesia kami tidak mampu menghadapi situasi seperti itu,” ucap juru bicara Perhimpunan Dokter Indonesia, Halik Malik.

“Sistem dan sumber daya yang kami miliki, dalam hal dana, peralatan, dan sumber daya manusia, tidak dapat menangani ledakan kasus. Kami tidak akan bisa menangani skenario terburuk," jelas dia.

Baca Juga: Pasien Sembuh Jalani Karantina Mandiri, ini Perlakuan Warga Sekitar

Kini pemerintah Indonesia mulai mendistribusikan masker serta APD yang didapat dari Tiongkok. Selain itu juga pemerintah berencana memberikan insentif untuk para dokter dan perawat.

Mirisnya, banyak perawat dan dokter yang 'ditolak' oleh warga sekitar tempat tinggal mereka karena dianggap sebagai sumber virus.

"Banyak perawat telah diasingkan oleh rumah kos mereka dan beberapa bahkan diusir dari kamar mereka karena orang takut mereka membawa pulang penyakit," tutur Harif.

Baca Juga: Sebut COVID-19 'Berita Bohong', Warga Lakukan Aksi Turun ke Jalan

Hadi Susanto, seorang Profesor Matematika terapan dari Universitas Essex menghimbau kepada pemerintah Indonesia agar segera menerapkan kebijakan lockdown untuk DKI Jakarta.

Tingkat infeksi yang terjadi di Indonesia bisa mencapat 50% dari populasi jika tidak ada aturan yang ketat.

Terdapat 130 juta kasus positif dengan prediksi kematian jutaan orang sebelum Hari Raya Idul Fitri di mana masyarakat memiliki budaya mudik ke kampung halaman.

Baca Juga: Terkejut Dinyatakan Positif Corona Padahal 3 Minggu Tidak Keluar Rumah

"Para peneliti biasanya menyukai perhitungan mereka yang benar tetapi dalam kasus ini kami tidak ingin pemodelan kami benar," ungkap Profesor Hadi kepada The Australian.

"Kami tidak ingin 1 persen dari 50 persen populasi yang terinfeksi mati," tambahnya.

Kini, DKI Jakarta telah resmi menerapkan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka memutus rantai penularan COVID-19.

Baca Juga: Pasien Corona Alami Gangguan Jantung Setelah Diberi Obat Malaria

Namun demikian sejumlah pekerja di sektor informal seperti pengendara ojek online masih berjuang di luar rumah dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.***

Editor: Miftah Hadi Sopyan


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x