Pantesan, Gara-gara Ini Presiden Jokowi Tidak Bisa Dipidanakan Soal Kerumunan di NTT Kata Refly Harun

28 Februari 2021, 19:20 WIB
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo atau akrab disapa Jokowi. /Biro Pers Sekretariat Presiden

PR BOGOR - Secara tegas Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menjelaskan jika Presiden Joko Widodo alias Jokowi tidak bisa dipidanakan terkait kerumunan massa saat kunjungan ke NTT.

Refly Harun mengutarakan pendapatnya soal penolakan laporan atas Jokowi yang diduga melanggar protokol kesehatan.

Dalam tayangan yang diunggah dalam video di kanal YouTube miliknya pada Sabtu, 27 Februari 2021, Refly Harun melihat sangat wajar jika ada sebagian masyarakat Indonesia keadilan tegak pada seluruh warga bangsa.

Baca Juga: Jokowi Legalkan Miras, Cuitan Politisi PKS Hidayat Nur Wahid Soal Protes Gubernur Papua Bikin Merinding

Termasuk kata dia warga yang berhimpun dalam Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan. Mereka meminta agar ditegakkannya asas equality before the law (asas kesamaan di hadapan hukum).

Namun, Refly Harun menjelaskan, jika masyarakat harus memahami hukum tidak semudah itu bisa menyentuh orang nomor satu di Indonesia.

Pasalnya lanjut Refly Harun, untuk presiden, berlaku hak dan proses khusus yang berbeda dibandingkan warga negara biasa jika dirinya melanggar hukum.

Baca Juga: Sinopsis Film Non-Stop: Ancaman Teror di Pesawat yang Tayang di Bioskop Trans TV Malam Ini

Jelas Refly Harun, Presiden harus dijadikan dulu warga biasa, setelah itu hukum baru bisa ditegakkan.

“Seorang presiden kalau mau diproses hukum dipidana biasa ya terlebih dahulu harus dijadikan warga biasa. Tidak bisa dia dalam posisi sebagai presiden,” ujarnya sebagaimana dikutip PRBogor.com pada Sabtu, 27 Februari 2021.

Baca Juga: Tak Hanya Positif Benzo, Teman Millen Cyrus Terbukti Gunakan Ekstasi, Polisi Masih Lakukan Pemeriksaan

Presiden secara teori tidak bisa diperkarakan pasalnya hal itu menjadi konsekuensi jika negara menganut pasal-pasal impeachment.

“Bayangkan jika presiden diadukan dengan pencemaran nama baik, diadukan ini itu."

"Pemerintahan tidak akan berjalan dengan baik. Karena itulah, konstitusi kita sudah mengatakan bahwa presiden itu bisa dijatuhkan dengan dua sebab."

"Pertama melakukan pengkhianatan terhadap negara, seperti suap, korupsi dan tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela."

"Kedua, tidak memenuhi syarat sebagai presiden atau wakil presiden,” ujarnya melanjutkan.

Terkait dengan tuduhan pelanggaran protokol kesehata, lanjut Refly Harun, dalam pelanggaran UU Kekarantinaan Kesehatan yang ancaman hukumannya itu hanya satu tahun (pasal 93), maka belum bisa dikategorikan sebagai tindak pidana berat lainnya sebagaimana disebut dalam sebab pertama.

“Tapi apakah akan masuk dalam klausul perbuatan tercela yang dalam UU disebutkan misalnya judi, zina, mabuk. Tapi itu bukan sebuah garis yang sifatnya limitatif, itu adalah contoh dan itu bisa berkembang. Hanya masalahnya adalah pelaporannya bukan ke polisi, melainkan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),” ujarnya.***

Editor: Rizki Laelani

Tags

Terkini

Terpopuler