Pasca 38 Tahun Letusan Galunggung, Tasikmalaya Terus Dihantui Bencana

6 April 2020, 09:27 WIB
Hamparan sawah dengan latar belakang Gunung Galunggung terlihat dari Kampung Cisampang, Desa Cidugaleun, Kecamatan Cigalontang, Kabupaten Tasikmalaya, Sabtu (7/3/2020). Setelah 38 tahun meletus, risiko bencana akibat kerusakan lingkungan semakin tinggi jika Galunggung kembali erupsi. /BAMBANG ARIFIANTO//

PIKIRAN RAKYAT BOGOR - Gunung Galunggung adalah salah satu gunung yang berada di wilayah Jawa Barat tepatnya di daerah Tasikmalaya.

5 April 1982 hingga awal 1983 menandai terjadinya erupsi pertama yang sekaligus menjadi awal kesengsaraan dari warga Tasikmalaya.

Guyuran hujan abu yang melanda sejumlah wilayah Jawa Barat hingga atraksi sambaran kilat di puncak Galunggung mewarnai kehidupan masyarakat saat itu.

Baca Juga: Ingin Kualitas Tidur Anda Lebih Baik, Konsumsi 5 Resep Susu Ini

Kini, pemandangan mencekam akibat erupsi gunung Galunggung telah berganti menjadi hamparan lembah-lembah yang terkoyak akibat adanya aktifitas penambangan.

Akibat aktifitas penambangan tersebut, risiko bencana pun semakin tinggi jika Galunggung kembali menunjukkan aktifitas vulkaniknya.

Aktifitas penambangan pasir di bawah Galunggung tersebut bisa langsung terlihat saat melintasi Jalan Ciawi-Singaparna (Cisinga) di kawasan Sinagar dan Padakembang, Kabupaten Tasikmalaya.

Baca Juga: Kartel Narkoba Internasional Dicurigai Jadi Pemasok di Kota Bogor

Jika perjalanan dilanjutkan semakin ke bawah mendekati kota Tasikmalaya, kita akan disuguhkan bukit-bukit bopeng yang tercipta sebagai hasil letusan dahsyat atau debris avalanche Galunggung ribuan tahun lalu.

T Bachtiar selaku Anggota Masyarakat Geografi Nasional Indonesia dan Kelompok Riset Cekungan Bandung ikut mengutarakan pendapatnya.

Menurutnya , lahar letusan atau lahar panas akan menjangkau wilayah sejauh tiga kilometer dengan tinggi permukaan air danau kawah Galunggung saat ini.

Sumber artikel dari Pikiran-Rakyat.Com dengan Judul "38 Tahun Letusan Gunung Galunggung, Risiko Bencana di Tasikmalaya Kian Tinggi"

"Dengan adanya pembukaan pasir untuk berbagai keperluan, maka memberikan jalan masuk bagi penduduk untuk bermukim kembali mendekati kaki gunung. Berarti akan masuk ke zona yang sangat membahayakan bagi keselamatan penduduk," ujar Bachtiar dalam pesan WhatsApp, Minggu, 5 April 2020.

Padahal sesuai dengan perancangan yang telah dibuat, untuk pemukiman sendiri harus berada jauh diluar zona tiga kilometer.

Bahaya lain yang mungkin timbul adalah banjir laharnya yang bisa melebihi jangkauan tiga kilometer.‎

Baca Juga: Ramadhan di Tengah Pandemi Corona, PBNU Anjurkan Ibadah di Rumah

"Kalau banjir laharnya bisa jauh mengikuti lembah/sungai," kata Bachtiar.‎

Dedi Kurniawan selaku Ketua Badan Pengurus Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Jawa Barat mengungkapkan, 38 tahun setelah gunung Galunggung meletus lahan pertanian yang subur dan material tambang di sekitarnya bisa dimanfaatkan warga. ‎

"Akan tetapi akibat kebutuhan dan rakusnya manusia dan dibiarkan oleh kebijakan (aktivitas tambang) bukan hanya mengambil saat ini (saja) yang terjadi, tetapi menambang tanpa regulasi dan izin yang jelas," jelas Dedi.

Baca Juga: Penyebaran COVID-19 Semakin Masif, Bukti Kurangnya Kesadaran Warga

Lebih lanjut Dedi menuturkan, seharusnya momentum peringatan 38 tahun pasca letusan Gunung Galunggung bisa menjadi ajang intropeksi diri.

"‎Kami berharap para pihak intropeksi kembali (bagaimana) menjalankan regulasi dan amanat leluhur di mana saat dulu kala kawasan (Galunggung) adalah kawasan gunung api dan di bawahnya adalah kawasan pertanian bukan tambang," tegasnya.

Eksploitasi tambang sangat berpotensi mengakibatkan kerusakan lingkungan.

Seharusnya ada peran pemerintah dengan segera menertibkan tambang-tambang ilegal serta mengawasi tambang yang sudah memiliki izin.

Baca Juga: Sembuh dari Virus Corona, Walikota Bogor Kembali Tampil ke Publik

Ditinjau dari aspek budaya, kawasan Galunggung sendiri masih bertautan dengan kepercayaan dan tradisi masyarakat Tasikmalaya dan Priangan Timur tempo dulu. Di kawasan gunung tersebut ditemukan Prasasti Gegerhanjuang pada 1877.

Agus Aris Munandar selaku Dosen Arkeologi Universitas Indonesia mengatakan Galunggung adalah lokasi kabuyutan Sunda kuno yang disucikan. Galunggung bisa jadi merupakan Gunung Mahameru-nya Sunda-Galuh saat itu.***

Editor: Miftah Hadi Sopyan

Tags

Terkini

Terpopuler